TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Nielsen Indonesia menunjukkan indeks kepercayaan konsumen Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Indeks kepercayaan konsumen Indonesia pada kuartal ketiga ini sebesar 199. Meski turun 1 poin dibanding kuartal lalu, Indonesia bersama India masih menempati posisi tertinggi di antara 58 negara yang disurvei.
"Krisis ekonomi global ternyata tidak menyurutkan keyakinan konsumen Indonesia akan kondisi keuangan mereka," kata Managing Director Nielsen Indonesia, Catherine Eddy, di Jakarta, Rabu, 31 Oktober 2012.
Survei Nielsen mengungkapkan bahwa empat dari lima (80 persen) konsumen Indonesia percaya keadaan keuangan mereka akan baik selama 12 bulan ke depan. Meski mengalami penurunan dibanding kuartal kedua (82 persen), konsumen Indonesia tetap menjadi yang paling optimistis mengenai keuangan pribadi mereka di kawasan Asia Pasifik, diikuti Filipina (78 persen), India (76 persen), dan Thailand (68 persen).
Catherine juga mengatakan bahwa 57 persen konsumen Indonesia yakin tahun ini adalah waktu yang sangat baik untuk berbelanja. Indikator ini menunjukkan daya beli masyarakat Indonesia cukup tinggi sehingga yakin bisa membeli apa saja yang diinginkan dalam 12 bulan mendatang. "Ini merupakan pertanda baik bagi peluang bisnis di Indonesia," ujarnya.
Menurut Catherine, barang-barang yang meningkatkan gaya hidup dan kenyamanan seperti peralatan elektronik, teknologi, dan perabot tahan lama akan banyak terserap pasar. "Kemampuan produsen untuk memberikan kenyamanan dengan tetap memperhitungkan harga yang terjangkau akan jadi kunci untuk meraih konsumen kelas menengah Indonesia," tuturnya.
Tak hanya semangat berbelanja, konsumen Indonesia ternyata juga masih bisa menyisihkan uangnya untuk ditabung. Nielsen mencatat, 73 persen konsumen Indonesia menempatkan dana cadangan mereka dalam tabungan. Angka itu naik 5 pin dari kuarter lalu dan 9 poin lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Asia Pasifik. Selain itu, 32 persen konsumen mengindikasikan bahwa mereka akan menginvestasikan dana cadangan dalam bentuk saham atau reksadana. Angka ini sejalan dengan rata-rata di Asia Pasifik (30 persen). "Ini sangat positif, di mana konsumen Indonesia terbukti tetap mampu menabung sekaligus berbelanja," kata Catherine.
Temuan tersebut, kata Catherine, bisa menjadi peluang besar bagi bank dan penyedia jasa keuangan untuk memenuhi kebutuhan dalam pengelolaan kekayaan.
Hanya saja, gairah berbelanja dan menabung itu tak dibarengi dengan semangat melancong. Hanya 29 persen konsumen Indonesia yang memilih menggunakan dana cadangan mereka untuk berwisata. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata konsumen Asia Pasifik yang 40 persen di antaranya memilih menggunakan tabungannya untuk berpelesiran.
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler:
SMS Inisial Anggota DPR ''Tukang Peras''
Djoko Susilo Benarkan Ada Upeti untuk Senayan
Denny Indrayana: Gugatan Polri ke KPK Lucu
Reses, DPR Terima Duit Rp 963 Juta per Orang
Kemahalan, Biaya MRT di Jakarta