TEMPO.CO, Bandung - Sejauh mata memandang ke arah kota Bandung dari atas sebuah bukit di Bandung Timur, terlihat gemerlap lampu kota yang eksotis. Dari ketinggian sekitar 1500-1700 mdpl, lampu-lampu yang terlihat kecil itu bak bintang-bintang yang menghiasi langit. Dinginnya angin yang berhembus, tidak mengusik para pengunjung yang sengaja datang ke Bukit Moko untuk menikmati Bandung malam hari.
"Saya sengaja ke sini untuk mengambil foto matahari terbenam, sekalian melihat lampu-lampu kota Bandung dari ketinggian. Pemandangannya indah," ujar Wanti Puspa Gustiningsih, pengunjung asal Bandung, kepada Tempo beberapa hari lalu.
Bukit Moko terletak di Kampung Buntis, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Bukit yang menurut warga sekitar diambil dari nama pemilik tanahnya itu merupakan lokasi favorit warga Bandung dan wisatawan yang ingin melihat matahari terbenam dan menikmati romantisme Bandung malam hari dari ketinggian.
Ketika sore hari sebelum matahari terbenam, akan tampak hamparan luas pegunungan Bandung Selatan dengan latar depan suasana perkotaan Bandung. Puncak Gunung Patuha, Gunung Malabar, Gunung Wayang dan gunung di Bandung selatan lainnya akan terlihat dari atas bukit yang lokasinya berada di punggungan Gunung Manglayang, Gunung Palintang, Gunung Palasari dan Gunung Kasur ini.
Mendekati waktu matahari terbenam, langit sore yang terkena bias senja menjadi sajian lukisan alam yang indah bagi para penikmatnya. Para pengunjung yang tak ingin melewatkan momen tersebut, segera mengabadikannya dengan kamera. Tak jarang pasangan yang akan menikah juga melaksanakan pemotretan di Bukit Moko. Sementara, di arah barat tampak Gunung Gede-Pangrango yang menjulang tinggi nan indah bersanding dengan matahari terbenam. Beralih ke Utara, kita bisa melihat Gunung Burangrang, Tangkuban Perahu dan Bukit Unggul.
"Dari sini (Bukit Moko) kita bisa melihat pegunungan yang mengelilingi Bandung. Kalau menyusuri pungungan gunungnya bisa sampai Lembang," ujar Dahri, warga Kampung Buntis, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Ketika langit sudah gelap, giliran cantiknya lampu-lampu kota yang akan memanjakan mata. Sembari menikmati Bandung bermandikan cahaya, kita juga bisa memesan minuman hangat dan cemilan tradisional di Warung Daweung. Daweung berasal dari bahasa Sunda yang berarti melamun atau merenung. Karena lokasinya kerap digunakan para remaja untuk melamun sambil menikmati keindahan alam.
Di pekarangan warung yang dibangun sejak tahun 1993 itu, terdapat meja dan kursi yang terbuat dari batu, disediakan untuk tempat bersantai para pengunjung. Suasananya yang asri dengan beragam jenis tumbuhan di tamannya, membuat pengunjung semakin betah. Jika ingin menghangatkan tubuh, kita juga bisa membuat api unggun di halaman terbukanya, atau berlindung dari hembusan angin di dalam pondok dan saungnya. Udara dingin memberikan sensasi berbeda bagi para wisatawan domestik yang tidak bisa menemukan suasana seperti itu di kota asalnya.
Udara sejuk...