TEMPO.CO, Jakarta - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi mengusulkan pemberian subsidi bagi Research Octane Number (RON) 92 atau Pertamax, menyusul rekomendasi untuk menghentikan impor Ron 88. Alasan mereka, penghentian impor jangan menambah beban rakyat.
"Seyogyanya, harga patokan subsidi BBM untuk Ron 92 nanti tidak menambah beban rakyat," kata Ketua Tim Reformasi Faisal Basri, dalam konferensi pers di gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ahad, 21 Desember 2014. (Baca : Faisal Basri: Premium Lebih Mahal dari Pertamax)
Menurut Faisal, subsidi Ron 92 yang diberikan kepada masyarakat harus lebih tinggi dibandingkan subsidi Premium. Sebab, masyarakat membeli bahan bakar dengan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan Ron 88. "Kami mendorong subsidi yang lebih bagus untuk kualitas yang lebih tinggi," ujarnya. (Baca : Lima Bulan Lagi, Impor Premium Distop)
Ia mengusulkan pemberian subsidi dapat menggunakan pola subsidi tetap, misalnya Rp 500 per liter produk Pertamax. Apalagi, harga minyak mentah di pasar dunia sedang anjlok. Maka kesempatan ini menjadi momen emas untuk mereformasi kebijakan subsidi BBM. "Subsidi tetap mengurangi kemungkinan fluktuasi APBN," ujarnya.
Adapun kemungkinan akan terjadi persaingan harga bagi para perusahaan penyalur BBM. Nantinya penjual Ron 92 dari Pertamina, SPBU milik Shell, dan Total E&P. "Insya Allah masyarakat bisa menikmati Pertamax dengan harga yang lebih murah karena pasar bensin jenis ini beragam," ujarnya.
Anggota Tim Reformasi Darmawan Prasodjo mengatakan dengan rekomendasi untuk memberikan subsidi bagi produk Ron 92, di pasar akan tersedia dua jenis produk Pertamax. "Ada Ron 92 bersubsidi dan non subsidi," ujarnya. Namun, hal tersebut masih dikaji antara pemerintah dan Pertamina.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Ical, Lumpur Lapindo, dan Pemberi Harapan Palsu
3 Dalih Pemerintah Jokowi Talangi Utang Lapindo
Alasan TNI AL Tak Penuhi Permintaan Menteri Susi
Ahmad Dhani Kembali Omeli Garuda