TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan nilai tukar rupiah yang hampir menyentuh 13 ribu per dolar AS dinilai sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Dia berdalih pelemahan terhadap dolar juga dialami mata uang lainnya. "Melemah terhadap dolar, rupiah justru menguat terhadap mata uang lain seperti Korea," kata Sofyan di Istana Kepresidenan, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut Sofyan, dengan menganut rezim devisa bebas, nilai tukar rupiah amat bergantung pada faktor penawaran dan permintaan. "Yang penting fundamental ekonomi kita perbaiki," katanya.
Sofyan mengatakan, dengan kondisi seperti sekarang ini, tidak ada manfaatnya jika negara mengintervensi rupiah. Sofyan lebih memilih memperbaiki ekonomi daripada mengintervensi rupiah yang dapat menyebabkan devisa negara habis.
Namun, karena Bank Indonesia adalah lembaga independen, kata Sofyan, pemerintah tidak boleh mencampuri kebijakan moneter yang ditetapkan bank sentral. Ia menuturkan pemerintah tidak punya target tertentu untuk penguatan rupiah. Bagi Sofyan, yang penting perekonomian dalam kondisi bagus. Pelemahan rupiah ini justru menguntungkan para petani komoditas ekspor, seperti kopi, kakao, dan sawit.
Hal senada juga diungkapkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Dia mengatakan rupiah pun menguat terhadap beberapa mata uang. "Jadi tolong itu juga dilihat," katanya.
Bambang mengatakan pemerintah akan menjaga defisit neraca transaksi berjalan untuk menjaga nilai tukar rupiah. "Kalau defisit neraca transaksi berjalan melebar, pasti nilai tukarnya melemah," ujarnya.
ALI HIDAYAT