TEMPO.CO, Quebec - Sebuah gunung es sedang bergerak di sepanjang garis pantai Antartika. Tumpukan es raksasa ini dapat menutupi sebuah daerah dengan amat dalam. Arus dingin laut semakin mendorong pergerakan bongkah es tersebut.
Satu hal yang bikin menakutkan ialah ukuran gunung es ini yang menyamai ukuran negara-negara kecil di Eropa, seperti Rumania dan Luxemburg. Dilepaskan oleh patahan gletser, gunung es raksasa ini mengganggu polynya, pabrik es alami di Samudera Antartika.
Tiap tahun perairan terbuka polynya menerima angin dingin untuk membekukan air laut yang asin menjadi es padat. Arus beku bawah laut polynya itu bernama arus bawah laut antartika. "Penggerak utama sirkulasi arus di Samudera Antartika," kata anggota penelitian Guillame Masse, pakar paleoklimatologi dari University of Laval, Quebec, Kanada, seperti dikutip dari Live Science.
Masse dan rekan-rekan penelitiannya mempelajari sejarah dari salah satu polynya paling penting di Antartika yang berada di dekat Gletser Mertz, sebelah timur Antartika. Mengutip penelitian sebelumnya, sekitar seperempat arus dingin berasal dari polynya ini. Sedangkan temuannya ini dipubikasikan pada jurnal Nature Communications edisi 24 Maret 2015.
Berangkat dari studi awal tersebut, Masse dan tim menganalisis fosil mikroskopis plankton dan melacak sedimen geokimia dasar laut. Dari kedua hal itu, kata dia, para peneliti bisa menentukan apakah polynya tertutup atau bebas es. "Plankton dapat menguak permukaan laut yang tertahan es."
Gletser Mertz, kata Masse, membentang jauh ke samudera dan melindungi polynya dari arus permukaan panjang. Namun, perlidungan tersebut hanya berlangsung sampai 2010. Perlindungan itu semakin memudar setelah gunung es seukuran negara Luxemburg memutus dan menghanyutkan gletser sehingga menutup polynya di sebelahnya.
Ternyata, peluncuran es dari Gletser Mertz telah terjadi selama 250 tahun terakhir. Es meluncur setiap 70 tahun sekali. "Ini dapat memprediksi arah arus polynya ke depannya," kata Filipina Campagne, penulis utama studi yang juga mahasiswa pascasarjana jurusan paleoklimatologi di University of Bordeaux, Prancis.
Ketika Gleter Mertz meluncurkan salah satu gunung es seukuran negara, gumpalan es raksasa yang terapung itu mengganggu produksi es di polynya dan menutup arus dingin. Beruntungnya, menurut dia, dataran es bawah air (plateau) yang disebut Mertz Bank bertindak seperti palang pintu, melambatkan peluncurkan gletser. Terjebak di Mertz Bank, akhirnya gletser retak dengan sendirinya karena tekanan dari dalam.
Meski ada perlambatan dari Mertz Bank, daerah perairan terbuka di barat Gletser Mertz itu sudah kepalang berkurang. Ukurannya kini lebih kecil dibandingkan pada 2010. Perairan ini, menurut penelitian Campagne dan Massé, sudah kepalang tersumbat es laut dalam waktu yang lama. Tempat ini pun pernah mengurung dua kapal pemecah es, Akademik Shokalskiy and the Xue Long, pada Januari 2014 lalu.
Tak hanya itu, kata Campagne, matinya arus bawah laut antartika juga dapat menggeser rantai makanan lokal. Musababnya, hal tersebut mempengaruhi tumbuh-kembang plankton. Para ilmuwan dari Australia sedang mempelajari dampak lahirnya es di polynya tersebut terhadap spesies setempat, termasuk koloni penguin.
Menurut jurnal Campagne, setidaknya dibutuhkan waktu sekitar 40 tahun untuk mengembalikan sistem polynya seperti semula. "Jika tidak dibetulkan akan berdampak besar pada lingkungan," ujarnya. Tanpa perlindungan dari lidah gletser yang panjang, pabrik es polynya menutup gletser secara massal. Gletser Mertz kini sedang bergerak sejauh 1,1 kilometer tiap tahunnya.
LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB