TEMPO.CO, Jakarta - Perahu nelayan Muara Angke hari Minggu, 17 April 2016 ini tampak lebih ceria. Berbagai hiasan bendera warna-warni menghias tiang layar perahu mereka. Para nelayan itu berkumpul di dermaga Pelabuhan Muara Angke Penjaringan, Jakarta Utara. Seperti akan ada pesta laut di sana.
Nelayan tengah bungah, kabar dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menyebut proyek reklamasi dihentikan sementara disambut antusias mereka.
Bersama beberapa lembaga dan aktivis, para nelayan Muara Angke bergerak menuju kawasan reklamasi tepatnya di Pulau G. Pulau ini dibangun oleh PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land."Kami akan menyegel Pulau G," kata Kuat, panitia kegiatan, Minggu pagi, 17 April 2016.
Pulau G berada di sebelah utara Pelabuhan Muara Angke. Jaraknya kurang 1 mil dari dermaga. Makin mendekati pukul 09.00 WIB, perahu semakin bertambah. Jumlahnya puluhan dan memuat ratusan nelayan. Beberapa yang ikut adalah istri dan anak-anak nelayan.
Sebagian besar adalah nelayan dari Muara Angke. Tetapi ada pula pencari ikan asal Kepulauan Seribu, Kamal Muara, Kalibaru, Cilincing, Indramayu, hingga Tegal. Dermaga menjadi penuh. Suara-suara tolak reklamasi terus berdengung.
Tak cuma nelayan, beberapa komunitas juga turut serta. Seperti Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jakarta, Wahana Lingkungan Hidup Jakarta, Kontras, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) Jakarta, serta mahasiswa.
Sekitar pukul 09.00 WIB, satu per satu perahu menuju Pulau G. Mereka mengepung pulau buatan ini. Setelah kapal bersandar, nelayan dan aktivis penentang reklamasi turun di tanah bercampur pasir itu.
Tanah di tepi pulau merembes saat diinjak. Di bagian tengah, tanahnya bercampur lumpur dan berwarna mirip lumpur. Ada pula gundukan pasir setinggi kira-kira empat meter membentengi pulau itu. Para nelayan bersorak sambil memanjat ke sana.
Seorang petugas keamanan berseragam pelampung jingga sempat melarang mereka berorasi di atas gunung pasir. "Jangan halangi kami," ujar salah seorang nelayan. Mereka lalu membentangkan spanduk. Antara lain bertuliskan "#Jakarta tolak reklamasi" dan "Stop reklamasi berselimut korupsi."
Lagu-lagu penyemangat pun dikumandangkan seperti Indonesia Raya dan Maju Tak Gentar. Dari balik gundukan pasir, pandangan bisa leluasa menyapu pulau itu. Bentuknya seperti lingkaran. Tanah di bagian tengahnya lebih rendah, air setinggi lutut membentuk danau. Tanah di sekitarnya terdapat bekas kerukan alat berat.
Acara penyegelan berlangsung sekitar Pukul 10.00 WIB. Mereka membawa sebuah gembok raksasa yang terbuat dari styrofoam, bertuliskan "Disegel Nelayan".
Meski hanya simbol, para nelayan berharap proyek reklamasi ini benar-benar dihentikan. "Kami minta proyek disetop, supaya tidak ada kegiatan (reklamasi) lagi," kata Syarifuddin Baso, Ketua Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke. Menurut dia, nelayan semakin sengsara sejak adanya Pulau G ini.
Mustakim Dahlan dari Wahana Lingkungan Hidup mengatakan reklamasi dapat merusak lingkungan yang luar biasa. "Lima belas atau dua puluh tahun ke depan, dampaknya makin dirasakan," ujarnya. Solusi terbaik, kata dia, adalah menghentikan reklamasi.
Kegiatan nelayan di Pulau G berlangsung sekitar dua jam. Perahu-perahu lalu bertolak kembali ke dermaga. Saat tiba dan menurunkan penumpang, mereka pun kembali melaut. Dasuki, 66 tahun, tak begitu mengikuti perdebatan tentang reklamasi di berita-berita. Namun, ia sangat setuju jika reklamasi dibatalkan. "Bila perlu cukup segitu aja," kata dia.
REZKI ALVIONITASARI