TEMPO Interaktif, Sebuah ruang kayu berbentuk bulat yang cukup besar berdiri di tengah ruang pamer Sigi Arts Gallery. Seperti ada ruang di dalam ruangan. Balok kayu penyusun tampak jelas dari luar, membentuk rangka bagi bangunan soliter itu.
Lingkaran itu tak sepenuhnya tertutup. Ada pintu yang sangat kecil dan hanya bisa dilalui oleh satu badan saja. Begitu masuk, mata langsung menyaksikan deretan panjang lukisan yang menempel pada dinding putih di bagian dalamnya.
Berjudul Symmetrical Sanctuary, itu adalah sebuah pameran tunggal perupa Ay Tjoe Christine. Instalasinya dipamerkan hingga 30 Januari mendatang. "Dibanding pameran-pameran tunggal sebelumnya, bisa dikatakan tak ada tema khusus yang diusung Christine dalam pameran ini," kata kurator Asmudjo Jono Irianto dalam katalog.
Lukisan sepanjang 20 meter itu terpasang mengelilingi dinding dalam ruangan. Gambar-gambar tak lazim dan tak beraturan berdesakan. Ada figur manusia, binatang, sketsa rumah, bahkan bentukan kurva yang aneh. Lukisan tersebut ditempelkan pada dinding menggunakan tablet magnet. Tersusun rapi berjangka sehingga menyerupai potongan-potongan film negatif. Bisa jadi tablet magnet itu memiliki makna sendiri bagi Christine.
Gambar dalam lukisan itu merupakan catatan personal yang merefleksikan perjalanan hidup Christine sampai kini. "Tentu pengalaman yang menurut sang seniman penting. Ia tak menjelaskan apakah pengalaman tersebut menyenangkan atau sebaliknya, sangat getir," kata Asmudjo.
Rupanya Christine memberi ruang seluas-luasnya bagi pemirsa untuk mengapresiasi dan memaknai karya tersebut. Menurut dia, tak penting jika pemirsa tidak memahami cerita yang sebenarnya dalam lukisan itu. Toh, pemirsa tak mengalami pengalaman yang sama dengan sang seniman.
Menurut Asmudjo, tampaknya segala sesuatu telah dipersiapkan oleh Christine sebagai bangunan makna. Struktur luar ruang yang tampak kukuh seperti melindungi lukisan yang rentan. Seperti simbol sebuah wadah yang kaku dan keras di luar, tapi luwes dan, bahkan rapuh, di dalam. Pemirsa seolah diajak berbagi, saling memahami, dan melepaskan ego.
Lukisan-lukisan itu sebagian sudah dikaveling dengan benang merah berbandul besi di bawahnya. Rupanya benang itu menjadi batas dan tanda bahwa bidang lukisan itu telah terbeli.
Gambar demi gambar membentuk rangkaian cerita. Lihat saja satu bagian terakhir dari lukisan panjang itu. Christine menggambar sketsa sebuah rumah dengan penampang melintangnya. Terlihat jelas tempat tidur, ruang makan, dan jendela yang rebah. Di sampingnya ada gambar kurva hitam tak beraturan dan seorang manusia dengan tongkatnya. Sebuah kalimat "Where are you?? landscape..." mungkin sedikit membantu memberi penjelasan. Selanjutnya, bentukan benda semakin tampak abstrak dan pekat oleh hitam. Di bawahnya tertulis "black landscape". Lalu berakhir dengan kurva yang lebih besar dan berwarna lebih putih dan tertulis "invisible land". Bisa jadi Christine ingin menyampaikan kegelisahannya akan tanah kelahirannya yang hilang tak seperti dulu.
Di akhir pameran, lukisan panjang tersebut akan dipotong-potong sesuai dengan bagian yang telah disepakati dengan para kolektor. Sebelumnya, para kolektor berembuk menetapkan bagian karya yang akan dikoleksi.
l Ismi Wahid