TEMPO.CO, Jakarta - Survei sering dijadikan senjata ampuh bagi calon kepala daerah. Fauzi Bowo, kandidat Gubernur DKI Jakarta, misalnya, sampai menggunakan dua perusahaan survei. Padahal biayanya tak murah. Hal itu terungkap dalam laporan khusus majalah Tempo edisi 30 Juli 2012.
Boleh jadi, karena ongkos survei cukup tinggi, banyak kandidat memilih sekali melakukan survei. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, misalnya, mengaku menyewa lembaga survei untuk memetakan dukungan. "Soal pemenangan, menjadi tanggung jawab tim sukses," katanya.
Ilham menyewa Lembaga Survei Indonesia, yang pada 2008 masih dipimpin Saiful Mujani. Selama setahun, tim LSI menggelar survei sebanyak 3-4 kali. "Nilai totalnya tak sampai Rp 1 miliar," katanya lagi.
Bagi Ilham, duit bukan masalah selama hasil survei bisa menjadi dasar kuat mengatur strategi pemenangan. Apalagi hasil survei bisa membantu membuat perencanaan strategis mendekati pemilih. Keuntungan lain, tim pemenangan pribadi yang dibentuk juga bekerja lebih terarah dan terukur. "Yang penting, lembaga surveinya punya track record," kata Ilham. Ia mengaku tak menyewa konsultan politik yang mahal.
Seseorang, yang pernah menjadi calon wakil gubernur di Jawa Barat mengatakan, membutuhkan dana minimal Rp 3 miliar untuk paket lembaga survei plus konsultan. Kontrak itu biasanya dilakukan selama dua tahun, dengan termin tiga kali per enam bulan dan dua kali per tiga bulan. "Selama itu, ada 3-5 survei. Survei terakhir biasanya yang termahal karena sampelnya bertambah," ujarnya.
Untuk tarif konsultan, sekali konsultasi bisa dikenai Rp 500-800 juta untuk jenis layanan semisal strategi komunikasi plus saran untuk membuat citra si kandidat meningkat. Ongkos ini akan menjadi satu paket dari pemilihan slogan, penentuan foto, hingga warna khas yang akan diusung. (Baca: Legitnya Bisnis Konsultan Pilkada)
Boleh jadi, karena besaran ongkos, pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin dan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini tak memakai lembaga survei dan konsultan politik. Adapun Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria menggunakan sesekali jasa konsultan. Pilihannya jatuh ke Point Indonesia, dua bulan menjelang hari pemungutan suara dengan paket termurah. "Jadi hanya konsultasi, tidak sampai masuk ke penyiapan materi kampanye dan langkah kehumasan," kata Hendardji.
Hendardji juga menyewa lembaga survei pada November 2011 saja untuk mengetahui popularitasnya. Hasilnya memang kecil. Tapi, Hendardji tetap ingin maju. Karena itu, ia mengatakan, sadar betul soal kekalahannya. "Bagaimana mau menang kalau semuanya memang pas-pasan?"
WIDIARSI AGUSTINA | KARTIKA | IRMAWATI | ISMA | ANGGRITA
Berita Terpopuler Lainnya
Legitnya Bisnis Konsultan Pilkada
Besarnya Biaya Survei Pilkada
Foke Ubah Gaya Kampanye
Disudutkan @cinta8168 di Twitter, Ini Jawaban Ahok
Ahok Diserang Akun @cinta8168
Analis Politik: Isu SARA Jadi Bumerang Foke-Nara