TEMPO.CO, Jakarta - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Filipina telah melakukan verifikasi verbal terhadap 177 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap imigrasi Bandara Internasional Manila, karena menggunakan paspor palsu. 177 WNI itu hendak naik haji dengan menggunakan paspor Filipina.
Direktur perlindungan WNI dan badan hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menuturkan, semalam tim KBRI dibantu oleh dua orang Tim Pusat telah mengidentifikasi WNI yang saat ini ditahan di Detensi Imigrasi Camp Bagong Diwa Bicutan, Manila.
“Diketahui bahwa terdapat 177 WNI, terdiri dari 100 perempuan dan 77 laki-laki,” ujar Lalu Muhammad Iqbal dalam pesan tertulisnya, Ahad, 21 Agustus 2016.
Untuk mendapatkan kepastian yuridis terhadap status kewarganegaraan ke-177 orang tersebut, Kemlu melakukan pengecekan data melalui Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM). Adapun mayoritas WNI yang ditahan lebih dari 50 persen berasal dari Sulawesi Selatan. Selebihnya berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Jambi, Riau, Sumbawa, DI Yogyakarta, Banten, serta Lampung. “Kondisi 177 WNI secara umum baik,” ujar Iqbal.
KBRI juga telah memasok kebutuhan logistik harian para WNI, seperti makanan, minuman, obat-obatan, pakaian dan perlengkapan sanitasi. KBRI Manila juga telah membentuk Tim Piket agar mereka bisa memantau keadaan seluruh 177 WNI di detensi imigrasi dan stand by selama 24 jam untuk merespons setiap perkembangan yang membutuhkan penanganan secara cepat.
Sebanyak 177 WNI itu ditangkap imigrasi Bandara Internasional Manila karena menggunakan paspor palsu, Sabtu lalu. Mereka berencana untuk menunaikan ibadah haji dengan paspor Filipina.
Peristiwa tersebut terbongkar ketika imigrasi Filipina mencari dua warga Filipina yang diduga bertindak sebagai pendamping untuk sekelompok orang Indonesia yang ingin berangkat ke Mekkah pada 17 dan 18 Agustus. Komisaris Badan Imigrasi Filipina Jaime Morente mengatakan mereka malah bertemu dengan 177 warga Indonesia yang sudah bersiap untuk terbang ke Madinah.
Jemaah haji asal Indonesia namun berpaspor Filipina itu akhirnya ditahan, karena saat diperiksa oleh pihak keimigrasian Filipina, mereka tidak dapat berbicara dengan dialek lokal seperti Tagalog, Maranao, Cebuano, atau Maguindanao. Mereka hanya bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris.
Pemeriksaan itu awalnya merupakan bagian dari upaya petugas bandara dan imigrasi Filiphina untuk memperketat keamanan menyusul laporan intelijen bahwa teroris internasional berencana memasuki negara mereka melalui Mindanao. Para komplotan teroris itu disebut berencana melakukan serangan bom.
DESTRIANITA K