TEMPO.CO, Jakarta - Setiap hari, ibu kota Jakarta menghasilkan limbah sebanyak 2 juta meter kubik per hari. Namun, yang bisa diolah hanya sekitar 35ribu meter kubik saja. Salah satunya karena Jakarta tak punya cukup tempat pengelolaan limbah.
“Pengolahan limbah paling besar hanya di Waduk Setiabudi itu,” kata Direktur Teknik dan Usaha PD PAL Jaya Juniver Pandjaitan Kamis 5 Januari 2017. PAL Jaya adalah perusahaan milik pemerintah Jakarta yang bertugas mengurus limbah ibu kota.
Juniver mengatakan ada beberapa lokasi lain untuk mengolah limbah, namun kapasitasnya tak sebesar di Waduk Setiabudi. Di lahan seluas 4,2 hektare di Jalan Galunggung Setiabudi itu, limbah yang berasal dari permukiman di sekitar Senayan, Sudirman, dan Kuningan diolah menggunakan tujuh mesin aerator. Hasil pengolahan pun bisa aman di buang ke sungai.
Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan kondisi tersebut membuat Jakarta bisa dibilang darurat limbah. Nirwono menyebut pemerintah Jakarta tak serius dalam menangani limbah. Padahal limbah adalah salah satu persoalan kota yang perlu mendapat perhatian.
Dia pun menyarankan agar Jakarta membuat rencana induk pengolahan limbah. Kemudian membangunnya secara bertahap di kawasan yang banyak limbahnya. Saluran air limbah harus terpisah, bisa dibangun bersamaan dengan revitalisasi saluran air dan trotoar. "Terakhir, buat kolam penampungan dan pengolahan limbah dari tingkat rukun tetangga sampai kecamatan,” kata Nirwono.
PAL Jaya sendiri sudah berencana untuk membangun pengolahan limbah baru di beberapa titik. Di antaranya di Muara Angke, Srengseng, Pulogebang, Pegadungan dan Marunda. Juniver mengatakan pihaknya menyiapkan anggaran Rp 20 triliun untuk proyek tersebut. “Tahun depan bisa dibangun,” ujarnya.
ERWAN HERMAWAN