Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta: Calon presiden Amien Rais menyatakan, hasil penghitungan suara pemilihan presiden puataran pertama versi timnya berbeda dengan versi Komisi Pemilihan Umum. Namun, ia mengatakan tidak akan meminta penghitungan ulang seperti calon presiden Jenderal (Purn.) Wiranto."Penghitungan ulang mustahil dilakukan. Hasil penghitungan tim saya dibuat hanya untuk perbaikan perhitungan di pemilu mendatang," kata Amien kepada wartawan di Jakarta, Jumat (23/7). Ia lalu mengusulkan, agar di masa mendatang KPU Daerah diberi kewenangan untuk menghitung suara per tempat pemungutan suara.Ini pernyataan pertama Amien setelah pemungutan suara pada 5 Juli lalu. Sedianya, ia akan menggelar konferensi pers yang berisi ucapan terima kasih kepada para pendukungnya, tadi malam. Namun, rencana ini dibatalkan. Sehari sebelumnya, Wiranto meminta KPU menghitung ulang surat suara karena dinilainya banyak kecurangan. Amien mengakui, bersama pasangannya, Siswono Yudohusodo, kalah pada pemilihan presiden putaran pertama. Dia menyatakan kecewa dengan perolehan suara itu. Penyebabnya, menurut dia, ia kalah dana dibandingkan calon lainnya. Ia menunjuk seorang calon yang mengeluarkan dana iklan hingga mencapai Rp 400 miliar. "Sedangkan saya hanya Rp 3,5 miliar. Bisa dibayangkan, seperti durian melawan mentimum. Jadi pasti kalah mentimunnya," kata dia.Tentang sikapnya pada putaran kedua, Amien menyatakan ada tiga pilihan. Jika mengikuti sentimen pendukungnya, golput akan dilakukan. Namun, ia menilai langkah itu tak produktif. Dia menyarankan pendukungnya untuk memilih di antara dua calon yang lolos, meskipun mereka hampir sama. Menurut dia, Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati yang kemungkinan besar lolos sudah lima tahun bekerja sama di kabinet. Karena itu, agak berlebihan membayangkan adanya perbedaan mendasar di antara mereka. Pilihan terakhir, menjadi oposisi sepenuhnya untuk mengontrol dan mengoreksi presiden terpilih. Dia mengakui, PAN cenderung pada pilihan ini.Kepada Tempo News Room, Kamis lalu, Wakil Sekjen PAN Patrialis Akbar mengatakan, rapat harian partai yang dipimpin Ketua Abdillah Toha, Rabu lalu, sudah memutuskan pilihan itu. Rapat bahkan memutuskan, para pengurus partai dilarang menjadi anggota kabinet pemerintahan mendatang.Patrialis mengakui, Amien dan Sekjen PAN Hatta Radjasa tidak hadir pada rapat harian itu. Rapat hanya dihadiri Miranty Abidin, A.M. Fatwa, Yasin Kara, A.M. Lutfi, Farhan Hamid, Hakam Naja, dan Nurhadi Musawwir. Menurut Patrialis, pilihan untuk menjadi oposisi merupakan "langkah paling arif" yang harus dilakukan partainya.Abdillah Toha yang dihubungi secara terpisah menyatakan, keputusan itu belum final. Keputusan untuk menjadi oposisi masih dibahas pada rapat pleno, tadi malam. "Kecenderungan kuat di seluruh jajaran PAN memang menginginkan kami memperkuat posisi DPR saja," kata dia.Namun, kata Abdillah, keputusan bisa berubah jika para calon presiden bisa meyakinkan. Misalnya, menjelaskan Jaksa Agung yang akan dipilih, sikap terhadap dwifungsi TNI, dan kesungguhan memberantas korupsi. Keterangan serupa dikemukakan A.M. Luthfi, Ketua Fraksi Reformasi MPR.L Istiqomatul - Tempo News Room
Iklan
