Andhika melakukan itu demi peran terbarunya sebagai Yoji, seorang punkers yang setia kawan, garang, namun konyol. Maklum, sebagai anak punk yang anti-kemapanan di film tersebut, ia mesti rela didandani ala Punk dengan tato tribal di dada serta rambut ala Mohawk merah menyala.
“Tato tribal bikin kulit gue alergi. Gatelnya minta ampun. Belom lagi rambut yang nambah masalah, harus tetep jigrak selama gue syuting. Terpaksalah gue tidur miring, supaya rambut gue tetap jigrak,” ungkap Andhika yang ditemui di sela-sela pemutaran film perdananya di FX, Jakarta Selatan, Senin (6/7).
Tak hanya itu, kulitnya yang semula putih bersih dan mulus terawat itu harus rela berubah dekil dan hitam akibat tuntutan skenario. Syuting dilakukan di delapan kota, di bawah terik matahari dengan menggunakan baju yang sama setiap harinya. “Jadi kulit emang sengaja ditanning, biar gelap. Waktu workshop udah aja gitu kita reading di teras panas-panas, ya gimana gak item?” ungkap aktor asal Malang ini.
Meski harus banyak berkorban penampilan, Andhika mengaku puas. Satu pelajaran berharga yang ia dapat. Berperan sebagai Yoji, seorang punkers yang berpenampilan cadas namun tetap doyan dangdut rupanya membuat mata Andhika melek. Tidak semua stereotype tentang Punk itu jelek.
Andhika sendiri mengakui ia pernah menganggap anak punk kerap mabuk-mabukan, mengamen dan hobi keluyuran. Namun sejak ia mendalami perannya dan kemudian banyak bergaul dengan komunitas punk, ia sadar mereka juga manusia biasa sama seperti yang lainnya.
“Enggak seperti di bayangan orang, kalo Punk selalu berkeliaran di jalan enggak jelas. Banyak kok dari mereka yang kerja kantoran. Bahkan gue ketemu, ada yang jadi lawyer,” ungkap Andhika.
SARI NASYA