Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menjaga Warisan Zaman  

image-gnews
(Foto-foto:Lukman S Bintoro)
(Foto-foto:Lukman S Bintoro)
Iklan
TEMPO Interaktif, I Wayan Darlun mengenang sebuah patung burung yang pertama kali dijualnya. Sekitar 1960-an, patung burung setinggi 1,2 meter itu terjual seharga Rp 1,5. Jumlah yang tak terlalu besar waktu itu bila dibandingkan dengan harga beras, yang berkisar antara 5 dan 8 sen per liter. Adapun Rp 1 setara dengan 10 sen.

Kini, setelah hampir 50 tahun bekerja keras, kehidupan Darlun—seniman patung tradisional Bali berusia 62 tahun—belum bisa dibilang makmur. Ia tetap tinggal di rumah sederhana di sebuah gang sempit di Banjar Juga, Desa Mas, Gianyar, bersama keluarga besarnya. Hari-harinya dilewati dengan terus setia dan tekun membuat patung kayu dalam pelbagai gaya. “Saya tidak mau menjual ke art shop, takut diatur-atur,” kata seniman yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas IV Sekolah Rakyat ini. Toh, Darlun bangga karena karya-karyanya dimiliki sejumlah kolektor seni terkemuka, seperti Ciputra dan Lin Che Wei.

Karya-karya Darlun saat ini tengah dipamerkan di Museum Puri Lukisan, Ubud, Bali, dari 18 Mei hingga 18 Juli mendatang. Sebanyak 30-an karya yang disuguhkan mewakili perjalanan dan intensitasnya dalam berkarya. Sebuah wujud ketekunan Darlun menjaga patung tradisional Bali di tengah godaan mudahnya mencari uang dengan memenuhi selera art shop dan pasar seni, yang menjamur ketika pariwisata mulai booming di Pulau Dewata pada 1970-an.

Dalam pameran bertajuk “Tan Mantepi” yang digagas Yayasan Sarasvati itu, karya-karya Darlun tetap setia dengan teknik deformasi atau mengubah bentuk patung. Figur-figur berubah menjadi bentuk memanjang, bulat, atau abstrak. Sebuah teknik yang dipelajarinya ketika ia mulai belajar kepada seniman patung tradisional Bali terkemuka, Ida Bagus Tilem.

Deformasi memunculkan figur-figur patung itu menjadi unik, dinamik, dan kadang jenaka. Simak karya bertajuk Bersantai 1. Seorang pria tampak sedang duduk bersila dengan tubuh tertekuk, lalu ia menjulurkan kepala ke depan hingga menyentuh kaki. Posisi itu sungguh tak terbayangkan sebagai posisi ideal untuk bersantai melepas penat. “Imajinasi saya memang liar. Kalau sudah menekuni patung, sampai lupa makan dan tidur,” ujar Darlun, yang hanya menghasilkan satu patung dalam tiga bulan.

Imajinasi liar biasanya muncul ketika Darlun melihat bentuk kayu yang ditemukan atau disodorkan orang kepadanya. Angan-angannya lalu bergerak mencari ide dari khazanah cerita tradisional hingga cerita keseharian. Setelah terlebih dulu membuat sket sebagai pegangannya, ia mulai memahatkan cerita itu pada kayu. Darlun membiarkan ruang terbuka tanpa pahatan yang dipernis sangat halus. Menurut dia, ini salah satu teknik yang diwarisi dari gurunya, Ida Bagus Tilem. “Pahatan benar-benar diefektifkan hanya untuk memunculkan kesan kehidupan pada patung itu,” diamenjelaskan.

Darlun lahir di masa peralihan ketika patung tradisional Bali sedang bergeser, dari hanya sebagai bentuk seni yang erat kaitannya dengan agama Hindu ke seni sebagai barang yang dijual. Kedatangan seniman Eropa, seperti Walter Spies dan Rudolph Bonnet, membuat perubahan dalam perjalanan seni di Pulau Dewata, termasuk seni patung. Aktivitas kesenian tak lagi hanya dipakai untuk masalah keagamaan, tapi juga mulai dipakai sebagai tourist souvenir maupun sebagai barang hiasan dan koleksi hingga saat ini.

Perubahan itu kemudian melahirkan kelompok Pita Maha di Ubud pada 1936. Kelompok sebagai tempat para seniman mengasah karyanya itu didirikan untuk menjaga agar mutu patung tradisional Bali tak jatuh hanya menjadi suvenir. Gerakan seniman patung Bali itu terus bertahan hingga 1970-an, meski art shop, galeri, dan pasar seni mulai bermunculan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu seniman yang sangat terkenal dengan karya berkualitasnya dalam kelompok Pita Maha adalah Ida Bagus Tilem, putra seniman patung terkemuka Ida Bagus Nyana. Di tempat itulah Darlun ikut pula mengasah talentanya dalam berkarya.

Boleh dibilang, pelajaran yang diperoleh Darlun sangat keras. Ia tak boleh langsung memahat kayu, apalagi dengan ide sendiri. Ia mula-mula hanya diminta menghaluskan karya yang sket dan pahatan awalnya dikerjakan Tilem. “Murid-muridnya banyak tetapi hanya sedikit yang bisa menguasai dan mewarisi ilmunya,” ujar Darlun. Setelah sekitar empat tahun, Darlun baru dibebaskan Tilem untuk langsung memahat kayu dan merancang patungnya sendiri.

Sayang, saat ini karya-karya berkualitas seperti milik Darlun tak dihargai sepadan dengan nilai seninya. Bahkan cenderung jatuh di bawah masa kejayaan Tilem. Para turis acap melihatnya setara dengan suvenir yang dijual murah di art shop.

“Faktor modal dan kecanggihan pemasaran lebih berperan dalam menentukan harga dibandingkan dengan kualitas seni itu sendiri,” kata Oei Hong Djien, seorang kolektor barang seni. Hong Djien berharap ada banyak pihak yang mau terlibat untuk mempromosikan patung-patung itu sebagai warisan berharga dari sebuah zaman di Bali.



ROFIQI HASAN

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

11 Desember 2023

Mengenang Musikus Bengal: Harry Roesli
Mengenang Harry Roesli dan Jejak Pengaruhnya di Budaya Musik Kontemporer

Pada 11 Desember 2004, musisi Harry Roesli tutup usia. Ia merupakan seorang pemain musik yang dijuluki Si Bengal dan pencipta lagu yang produktif.


Asyiknya Merakit Gundam Plastik

22 Oktober 2023

Asyiknya Merakit Gundam Plastik

Berawal dari anime serial Gundam, banyak orang tertarik merakit model kit karakter robot tersebut.


Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

30 Juni 2023

Konferensi pers  Solo Exhibition
Khadir Supartini Gelar Pameran Tunggal "Behind The Eye"

Pameran seni kontemporer ini dibuka untuk umum tanpa reservasi dan tidak diperlukan biaya masuk.


Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

28 Agustus 2021

Pameran tunggal Zahrah Zubaidah alias Zazu bertajuk Studi Karantina. (Dok.Orbital Dago)
Kritik Dogma Seni Kontemporer, Zazu Gelar Pameran Tunggal di Orbital Dago

Zahra Zubaidah tidak menyangka, sekolah seni ternama itu terbatas hanya mengandalkan seni kontemporer.


Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

8 Juli 2021

Karya seni instalasi karya sutradara Riri Riza berjudul Humba Dreams (un)Exposed dipajang di Artjog 2019. TEMPO | Shinta Maharani
Artjog MMXXI Digelar, Terapkan Konsep Pameran Luring dan Daring

Menparekraf Sandiaga Uno mengapresiasi penyelenggaraan Artjog sebagai ruang yang mempertemukan karya seni para seniman dengan publik secara luas.


Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

20 Februari 2021

Tari Legong Semarandana dalam pertunjukan Budaya Pusaka Kita: Bangga pada Budaya Nusantara yang digelar Wulangreh Omah Budaya., Sabtu, 13 Februari 2021. Tempo/Inge Klara Safitri.
Pertunjukan Daring: Gamelan, Bondres Bali, dan Nasib Pertunjukan Seni Tradisi

Omah Wulangreh menggelar pertunjukan seni dan budaya Pusaka Kita. Menampilkan musik gamelan Tari Legong Semaradana.


Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

28 Juli 2019

Sutradara Riri Riza saat menghadiri gala premiere film Athirah di XXI Epicentrum, Jakarta, 26 September 2016. Film ini diperankan aktor diantaranya Cut Mini, Christoffer Nelwan, Indah Permatasari, Tika Bravani, dan Jajang C Noer. TEMPO/Nurdiansah
Sutradara Riri Riza Juga Bisa Bikin Seni Instalasi, Ada di Artjog

Seni instalasi karya Riri Riza bersama seniman lainnya berjudul Humba Dreams (un) Exposed ditampilkan di Artjog 2019 di Yogyakarta.


Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

26 Juli 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka Artjog 2019 di Jogja National Museum Yogyakarta. TEMPO | Shinta Maharani
Sri Mulyani Buka Artjog 2019, Bicara Populasi dan Toleransi

Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka Artjog 2019 dan berbicara di panggung selama 10 menit tanpa teks.


Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

7 Februari 2019

Cooke Maroney (Artforum)
Fakta Cooke Maroney, Art Dealer Tunangan Jennifer Lawrence

Tunangan Jennifer Lawrence, Cooke Maroney, adalah seorang art dealer seni kontemporer. Ia pernah bekerja dengan beberapa tokoh seni Amerika.


Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

7 Oktober 2018

Pengunjung Nuit Blanche Taipei 2018 berfoto di instalasi bertajuk Hug di kota Taipei, Taiwan, Sabtu, 6 Oktober 2018. (Martha Warta Silaban/ TEMPO)
Nuit Blanche Taiwan 2018, Museum Tanpa Dinding

Sejak Sabtu malam hingga pagi hari, pengunjung Nuit Blanche dapat menikmati 70 pertunjukan dan 43 instalasi seni yang tersebar di kota Taipei, Taiwan.