Ketua P3KM Hadi Mustofa mengatakan, moratorium mendesak diberlakukan karena jumlah toko modern di wilayah Kabupaten Malang sudah meresahkan. Saat ini tercatat 91 toko modern berbentuk minimarket, yakni 54 Indomaret dan 37 Alfamart.
“Selama ini kami hanya mendapatkan janji. Kenyataannya pemerintah masih gampang memberikan izin. Sedangkan DPRD hanya bisa berwacana seolah sudah tegas, tapi kebanyakan hanya menggertak. Mereka biasanya rajin mendatangi kami kalau musim kampanye saja,” kata Hadi Mustofa kepada Tempo, Jumat (25/3).
Itu sebabnya, Hadi Mustofa mendesak pemerintah untuk tidak memperpanjang izin pengoperasian toko modern yang menyalahi aturan, sekaligus memperketat izin pendirian toko modern baru.
Toko modern telah tersebar di hampir semua kecamatan, terutama di kecamatan besar dan strategis posisinya. Antara lain di Kecamatan Kepanjen, Singosari, Lawang, Pakis, Pakisaji, Turen, Gondanglegi, Bululawang, Sumberpucung, dan Kecamatan Wajak.
Keberadaan toko modern tersebut mengancam pasar tradisional karena jumlah konsumennya terus berkurang. Para pedagang tak ingin pasar tradisional di Kabupatan Malang bernasib sama dengan pasar tradisional di Kota Malang.
Saat ini, kata Mustofa, hanya tiga pasar tradisional di Kota Malang yang masih hidup, yakni Pasar Dinoyo, Pasar Blimbing, dan Pasar Madyopuro. Lainnya sudah kolaps.
Para pedagang di Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing malah gencar menolak renovasi pasar menjadi pasar modern yang dilengkapi apartemen.
Pemerintah Kota Malang sudah membangun tempat penampungan sementara bagi para pedagang tradisional di Kelurahan Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, dan Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing. Tapi para pedagang bergeming tak mau dipindahkan.
Permintaan moratorium sudah disampaikan P3KM sejak Juli 2010, tapi tak digubris. Pemerintah membiarkan makin bertambahnya toko modern, tapi sekaligus gemar berjanji melindungi para pedagang dan pasar tradisional. Faktanya, izin baru terus diberikan.
Mayoritas toko modern yang sudah ada berdiri dalam radius 50-100 meter dari pasar tradisional. Beberapa toko berdiri di jalan kampung. Kebanyakan membangun dulu, baru mengurus izin belakangan. Dari sejumlah kasus sangat patut diduga, banyak toko modern berdiri karena persekongkolan antara pengusaha dengan dinas terkait.
Kondisi itu diperparah dengan buruknya koordinasi antar dinas terkait, yakni Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar; Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika, serta Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.
Menurut Hadi Mustofa, moratorium pendirian toko modern harus dimulai sejak hari ini sampai peraturan daerah mengenai penataan pasar modern dan pasar tradisional tuntas digodok dan disahkan parlemen. Peraturan ini sedang dibahas panitia khusus bentukan Pemerintah Kabupaten Malang.
Paguyuban beranggotakan 17.800 pedagang itu meminta tiap kecamatan hanya boleh ada tiga toko modern. Toko modern harus berada di jalan protokol, bukan di jalan kampung agar tidak mematikan pedagang keliling dan warung-warung kecil.
“Toko modern kami minta tidak menjual sayur-sayuran karena akan mematikan pedagang sayur keliling. Kalau soal jaraknya dari pasar, sudah diatur dalam peraturan tersendiri. Tapi kami sangat setuju pernyataan Wakil Bupati (Ahmad Subhan) yang meminta toko modern harus berjarak 2 kilometer dari pasar tradisional,” ujar Hadi Mustofa.
Peraturan yang dimaksud Mustofa adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Seperti diberitakan kemarin, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar Kabupaten Malang Rudianto mengatakan sudah banyak mendapat protes dari pedagang tradisional tentang maraknya toko modern.
Pembatasan perijinan pendirian tokok modern, kata Rudianto, sudah termasuk yang akan diatur dalam peraturan daerah. ”Protes mereka ada benarnya,” ucapnya. ABDI PURMONO.