Vonis mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional itu dijatuhkan pekan lalu oleh Majelis Hakim pimpinan Jurnalis Amrad, dengan hakim anggota Haryanto, Sudiro, Aburrahman Hasan, dan Hadi Widodo. "Mereka menyatakan dakwaan korupsi dan pencucian uang terbukti dilakukan Bahasyim," kata Ahmad.
Pertimbangan hakim yang menyebabkan hukuman Bahasyim lebih berat ada dua. Pertama, perbuatan terdakwa secara ekonomis relatif besar sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap sistem perekonomian negara. Kedua, perbuatan Bahasyim dinilai termasuk kejahatan global. Perbuatannya dapat berpengaruh buruk terhadap pemerintah dalam kelancaran hubungan internasional.
Bahasyim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 22 Februari 2011 divonis sepuluh tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara. Mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh itu terbukti menerima suap Rp 1 miliar dari salah seorang wajib pajak bernama Kartini Mulyadi, salah satu Komisaris PT Tempo Scan.
Bahasyim juga dinyatakan terbukti melakukan pencucian uang dengan modus memindah-mindahkan hartanya senilai Rp 64 miliar ke dalam beberapa rekening miliknya, istri, dan anak-anaknya. Uang itu merupakan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahasyim.
Namun, dalam berbagai persidangan, Bahasyim mengelak berharta sedemikian besar. Ia berdalih, duit itu dikumpulkannya sejak 1972 dari berbagai bisnis. Bahasyim sempat bekerja di Ditjen Pajak selama tiga puluh tahun, sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Bappenas. Ia terseret ke meja hijau setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan keluarganya berduit puluhan miliar.
ISMA SAVITRI