TEMPO Interaktif, Bandung - Meningkatnya jumlah turis ke Pulau Komodo bisa membuat hewan langka penghuninya mengalami stres. Selain bakal membuat komodo bersembunyi, satwa liar itu bisa makin agresif kepada pengunjung. "Harus diwaspadai karena air liurnya sangat beracun," kata peneliti reptil dari Fakultas Matematika dan IPA Universitas Padjadjaran, Tatang Suhermana Erawan, Rabu, 9 November 2011.
Menurut Tatang, mengelola tempat ekowisata dan wisata massal punya konsep yang berbeda. Untuk ekowisata, seperti Pulau Komodo, bukan kuantitas jumlah pengunjung yang dibutuhkan, melainkan kualitas. "Bagaimana dari sedikit orang itu bisa menghasilkan sumbangan dana yang banyak untuk konservasi komodo," ujarnya kepada Tempo.
Adapun wisata massa, kebalikannya, misalnya di kebun binatang. Di tempat itu, komodo telah beradaptasi dengan lingkungan kandang dan pengunjung yang datang. Sifatnya sudah berbeda karena kompetisi hidupnya tak seperti di alam liar. "Makanan sudah disediakan. Kalau di alam liar masih harus bersaing cari makanan dan pasangan," katanya.
Soal jumlah pengunjung yang bisa ditolerir datang ke Pulau Komodo, kata Tatang, ada hitungannya pada indeks kesesuaian wisata. Di antaranya membandingkan luas wilayah dengan jumlah komodo yang ada, kemudian daya dukung lingkungannya, seperti ketersediaan air tawar. Membanjirnya turis bisa mengakibatkan rusaknya habitat komodo dan meningkatkan jumlah sampah.
Sebelumnya diberitakan, sejak Pulau Komodo menjadi finalis kompetisi New Seven Wonders, jumlah wisatawan ke pulau itu meningkat tiga kali lipat. Dari 15 ribu orang pada 2009, melonjak 43 ribu orang pada 2010. Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dulla menargetkan tahun ini bisa mendatangkan 50 ribu wisatawan ke Pulau Komodo.
ANWAR SISWADI