TEMPO.CO, Jakarta - Gayus Halomoan Tambunan divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Terdakwa mafia pajak itu juga dikenai denda Rp 1 miliar atau jika tidak dibayar akan diganti dengan hukuman empat bulan penjara.
”Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” kata ketua majelis hakim Suhartoyo di pengadilan, Kamis, 1 Maret 2012. Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim memvonis Gayus dalam empat dakwaan sekaligus, yakni kasus korupsi, kasus suap, pidana pencucian uang, dan menyuap petugas Rumah Tahanan Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok. Perkara pertama, majelis hakim menyatakan Gayus terbukti menerima suap Rp 925 juta dari Roberto Santonius, konsultan pajak, terkait dengan kepengurusan gugatan keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart.
Mantan pegawai pajak itu juga menerima uang US$ 3,5 juta atau sekitar Rp 31,5 miliar dari Alif Kuncoro, perantara penerima order dari tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Resource. Adapun pemerincian pemberian uang dari Alif itu, sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar, terkait dengan pembuatan surat permohonan banding dan surat bantahan pajak untuk PT Bumi Resource. Ada lagi uang US$ 500 ribu (Rp 4,5 miliar) terkait dengan kepengurusan Surat Ketetapan Pajak PT Kaltim Prima Coal pada 2001-2005. Lalu uang sebesar US$ 2 juta (Rp 18 miliar) untuk mengupayakan PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin mendapat fasilitas sunset policy.
Perkara kedua, kasus kepemilikan uang US$ 659.800 (Rp 5,9 miliar) dan Sin$ 9,68 juta (Rp 67,7 miliar) yang disebut sebagai hasil gratifikasi. Ketiga, Gayus terbukti melakukan pencucian uang terkait dengan penyimpanan uang miliknya yang berasal dari hasil tindak pidana ke dalam safe deposit box Bank Mandiri cabang Kelapa Gading serta ke berbagai rekening di beberapa bank.
Terakhir, Gayus menyuap sejumlah petugas Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, serta Kepala Rutan Iwan Siswanto antara Rp 1,5-4 juta. Tujuan suap itu agar Gayus dapat bebas ke luar tahanan dan menonton pertandingan tenis internasional di Bali.
Majelis hakim juga memutuskan harta Gayus dirampas untuk negara. Harta Gayus itu bernilai di atas Rp 100 miliar, di antaranya uang tunai sebesar Rp 74 miliar, dua unit mobil Honda Jazz dan Ford Everest, serta emas sebanyak 31 batang a 100 gram. Uang sebesar Rp 74 miliar, kata jaksa KPK Edi Rakamto, dititip di Bank Indonesia.
Putusan ini merupakan vonis ketiga terhadap Gayus dalam kasus yang berbeda. Sebelumnya Gayus dalam tingkat kasasi telah divonis 12 tahun penjara dalam kasus suap penanganan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal. Gayus juga divonis 2 tahun penjara dalam perkara pemalsuan paspor. Dengan vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, total hukuman menjadi 20 tahun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengatakan perkara Gayus yang divonis pada Kamis ini tidak terikat dengan pidana yang telah didapatkan sebelumnya. Artinya, hukuman Gayus selama enam tahun penjara itu harus tetap dijalani meski sudah mendapat hukuman penjara pada pidana sebelumnya sebanyak 20 tahun. ”Pidana yang diberikan ini tidak terikat dengan pidana sebelumnya,” kata hakim Suhartoyo.
Kubu Gayus belum menyikapi putusan itu. Setelah berkoordinasi dengan pengacaranya, Gayus menjawab pertanyaan hakim, "Tidak ada yg mulia.” Pengacara Gayus, Hotma Sitompul, juga mengatakan, "Cukup yang mulia."
Jaksa penuntut juga mengatakan akan berkoordinasi dulu untuk mengajukan banding atau tidak. Majelis hakim kemudian memberikan waktu tujuh hari kepada kedua belah pihak untuk mengajukan banding.
RUSMAN PARAQBUEQ