TEMPO.CO, Jakarta - Sejak terbentuk pada 2003, sejumlah pencapaian telah dilakukan Densus 88 Anti Teror. Kesatuan elit Polri ini berhasil mengungkap jaringan teroris maupun mencegah potensi terjadinya serangan.
Pengamat keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, dalam bukunya yang berjudul Densus 88 AT; Konflik, Teror, dan Politik, memaparkan dua bulan setelah kesatuan ini terbentuk, pada Agustus 2003, serangan bom mobil terjadi di Hotel J.W. Marriot, yang merupakan hotel milik jaringan Amerika Serikat. Sebanyak 13 orang tewas dalam peristiwa tersebut. "Dalam hitungan pekan, jaringan pengebom hotel mewah tersebut dapat dibongkar, dan ditangkap," kata Muradi.
Belum lagi selesai masa persidangan para pelaku bom Marriot, pada 9 September 2004 Jakarta kembali dikejutkan dengan ledakan bom mobil berkekuatan besar di depan Kedutaan Besar Australia, Jl. Rasuna Said, Kuningan. Peledakan bom ini menewaskan puluhan orang yang tidak terkait dengan kedutaan besar tersebut. "Yang fantastis adalah dalam waktu satu bulan, Densus 88 bersama Australia Federal Police bisa membongkar kasus tersebut, dan menangkap para pelakunya yang diganjar dengan penjara belasan tahun dan hukuman mati," Muradi memaparkan.
Setahun setelah ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia, guncangan bom terjadi lagi di Bali pada 1 Oktober 2005. Peristiwa ini dikenal dengan Bom Bali II. Meski tak sebesar Bom Bali I, ledakan tersebut menewaskan 23 orang dan melukai ratusan lainnya. Dalam tiga bulan, Densus 88 dapat membongkar dan menangkap para pelakunya.
"Bom Bali II ini pula yang mendekatkan Densus 88 dengan gembong terorisme paling dicari di Indonesia, Dr. Azahari," kata Muradi. Selang satu bulan setelah Bom Bali II terjadi, Densus 88 menyerbu kediaman Azahari, di Batu Malang, Jawa Timur. Penyerbuan itu menyebabkan teroris yang paling dicari di Indonesia dan Malaysia ini tewas. "Dan kasus inilah yang kemudian melambungkan nama Densus 88 sebagai satuan anti teror terkemuka di Asia," Muradi melanjutkan.
Dalam waktu bersamaan dengan penggerebekan Dr. Azahari, Densus 88 juga berhasil menangkap pelaku peledakan bom di Pasar Tradisional Kota Palu. Pelaku merupakan salah satu dari kelompok yang bertikai di Poso.
Pada April 2006, Densus 88 hampir menangkap salah satu teroris paling dicari lainnya; Noordin M. Top. Dalam penggerebekan yang dilakukan Densus 88 di Dusun Binangun, Wonosobo, Jawa Tengah, tersebut Noordin dapat meloloskan diri dari kejaran personil Densus 88. Pada penyergapan yang disertai dengan tembak-menembak tersebut, Densus 88 berhasil menangkap dua orang dan menembak mati dua tersangka lainnya .
Selang setahun kemudian, tepatnya pada 22 Maret 2007, Densus 88 melakukan penggerebekan terhadap kelompok teroris Jawa Tengah. Densus berhasil membongkar jaringan persenjataan dan bom terbesar sejak 30 tahun terakhir di kawasan Sleman, Yogyakarta, dan menangkap tujuh tersangka yang diduga pemilik, penyimpan, dan perakit bahan peledak. Penyergapan tersebut juga menewaskan dua orang pelaku yang berupaya melarikan diri.
Menyusul terbongkar jaringan teroris kelompok Jawa Tengah, pada Juni 2007 Densus 88 juga berhasil menangkap dan melumpuhkan Abu Dujana alias Ainul Bahri, Komandan Sayap Militer Jama’ah Islamiyah (JI); serta Zarkasih, Amir JI . Disebut-sebut Abu Dujana lebih berbahaya dibanding Noordin. "Penangkapan ini merupakan prestasi yang makin melambungkan nama Densus 88 dan membuat Densus 88 dapat membuktikan bahwa Indonesia memiliki kesatuan anti teror yang andal dan professional," kata Muradi.
AMIRULLAH
Berita terpopuler lainnya:
Kontroversi Densus
Setelah 2014, SBY Mau Buka Warung Nasi Goreng
Rhoma Irama Tolak Permintaan Joss Stone
Mancini Isyaratkan Bakal Jual Dzeko
Laga Gresik vs Arema Ricuh, Tiga Orang Tewas