TEMPO.CO, Jakarta - Festival Arte Indonesia Arts 2013 dibuka oleh Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Plenary Hall, Balai Sidang Jakarta, pada 29 Maret 2013. Ajang ini merayakan seni masa kini yang fokusnya pada bidang seni visual, pertunjukan, film, musik, dan seni kuliner.
Industri seni Indonesia khususnya seni visual, musik, kerajinan tangan, dan seni pertunjukan mengalami perkembangan sangat pesat. Hasil karya anak bangsa mendapatkan apresiasi, baik di nasional maupun internasional.
Dengan perkembangan itulah lahir ide mengadakan festival seni masa kini, Arte Indonesia Arts Festival 2013. Festival ini dimulai pada 29 Maret sampai 31 Maret, pukul 10.00-22.00 WIB di Plenary Hall. Acara Arte ini terbagi dalam beberapa segmen, yakni seni visual, performing art, culinary art, festival film, penampilan grup musik, dan pasar seni.
Penampilan musik dimeriahkan oleh sepuluh grup musik anak negeri seperti Pure Saturday, The White Shoes and The Couples Company, Payung Teduh, Float, The Trees & The Wild, Sigmun, Dried Cassava, Jirapah, Zeke Khaseli & The Wrong Planeteers, Cleo, dan Fabas Art.
Ada 33 seniman yang menampilkan visual art, kuratornya Ade Darmawan. Menurut Ade, seiring dengan perkembangan teknologi, praktek seni media baru menjadi salah satu wacana penting dalam ranah seni kontemporer di Indonesia. ”Kehadirannya memperkaya praktek seni rupa di Indonesia dengan estetika baru,” katanya.
Baca Juga:
Di tengah perkembangan masyarakat kontemporer, banyak seniman yang menggunakan berbagai medium berbasis perkembangan teknologi komputer, manipulasi digital, internet, dan audio visual sebagai medium ekspresi.
Salah satu peserta pameran, Andang Kelana, menampilkan Chiper Video # 5, berupa cetak digital internet dan video. Beberapa tahun terakhir ia mengembangkan proyek seni media melalui karya berbasis web. Tahun lalu ia menjalani program residensi seniman di Ansan City, Korea Selatan selama dua bulan.
Duto Hardono, lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Teknologi Bandung berkarya dengan instalasi, gambar, dan kolase. Ia menampilkan karya kolaborasi dengan Meiro Koizumi untuk Shanghai Biennale 2012 berupa video digital (berulang), pemutar kaset, kaset, tempat partitur, dan kertas.
Ia sering menggunakan benda temuan seperti kaset tua dan instrumen musik. Pada 2011, setelah residensi seniman di Tokyo, Jepang, ia menciptakan instalasi suara yang direkam di sana. Ia juga merilis karya musik eksperimental melalu Havana Private Press, melalui label rekaman dari Amerika Serikat, Australia, dan Rusia.
Film-film yang ditampilkan di ajang ini dari kurasi John Badalu (manajer komunikasi Jiffest-Jakarta Internasional Film Festival). Di antaranya film Indonesia, Laura dan Marsha, Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya, Tango Libre, 7 Days In Havana, Pieta, 36, dan What They Don't Talk About When The Talk About Love.
Selain itu, untuk pesta kuliner akan ditampilkan Chef Adrian Ishak dan duo Chef Ivan & Chef Nando.
Menurut ketua panitia pelaksana, Ayu Vibrasita Wacik, persiapan festival ini cukup terburu-buru. “Semula akan dibuat di Taman Ismail Marzuki, tapi karena Balai Sidang kosong, maka dialihkan,” kata putri Jero Wacik ini.
Ia berharap festival yang baru pertama kali diadakan ini mendapat sambutan baik dari masyarakat dan bisa berlanjut ke depannya.
EVIETA FADJAR