TEMPO.CO, Lampung: Sekitar 1500-an masyarakat adat di kaki Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan berunjuk rasa menolak pembangunan proyek panas bumi. Mereka khawatir eksplorasi panas bumi di perut gunung itu akan mematikan sumber penghidupan masyarakat adat.
"Ada puluhan ribu jiwa di delapan kecamatan yang menggantungkan hidup dari gunung Rajabasa," kata Punggawa Hukum Mayarakat Adat Rajabasa Yahudin Kayhar, Rabu 29 Mei 2013.
Warga yang datang dengan mengenakan pakaian adat itu langsung meminta perusahaan menghentikan pembangunan dermaga di desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Aksi mereka membuat karyawan perusahaan menghentikan aktivitas alat berat. Di lokasi itu,warga menggelar mimbar bebas dan memasang spanduk berisi penolakan pembangunan proyek geothermal.
Selain mengancam kelestarian gunung Rajabasa, kata dia, PT Supreme Energy belum memiliki izin lingkungan dan eksplorasi di kawasan hutan lindung dari Menteri Kehutanan. Meski begitu, warga bertekad akan menolak mega-proyek itu meski pemerintah memberikan izin. "Kami sudah sepakat siap mati untuk Gunung Rajabasa. Bukan lagi masalah kehormatan tapi masalah hidup," ujar bekas aktivis Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta itu.
Pria bergelar Karya Niti Zaman itu menuturkan terdapat puluhan sumber mata air yang selama ini menjadi sumnber utama kehidupan warga. Sementara secara adat, Gunung Rajabasa pernah menjadi tempat perlindungan warga saat letusan Gunung Krakatau pada 1883 silam. "Di lereng dan puncak gunung itu juga terdapat belasan benteng pertahanan dan tempat bersejarah peninggalan Radin Intan dari gempuran Belanda,"tuturnya.
Sementara itu, Kepala Pengawas Sekuriti PT Supreme Energy Heri Susanto mengaku perusahaan sudah memiliki izin dari pemerintah pusat dan daerah. Meski begitu, perusahaan akan menghentikan sementara aktivitas pemberihan lahan dan alat berat. "Sebenarnya kami sudah terlambat dua pekan dari target yang telah ditetapkan,"kata dia.
Menurut Heri, PT. Supreme Energy hanya mengelola 20 hektar hutan lindung dari 70 hektar yang masuk areal proyek. Dia menegaskan tidak akan melakukan penebangan pohon yang ada di hutan. "Kami menjamin kelestarian hutan terjaga. Kami sudah melakukan sosialisasi seluruh tahapan ke masyarakat dengan melibatkan pemerintah setempat," ungkap dia.
Warga kemudian membubarkan diri setelah ada jaminan perusahaan menghentikan aktivitas. Mereka mengancam akan kembali menggelar aksi jika perusahaan kembali beroperasi. Aksi itu berjalan damai dengan pengawalan 120 anggota Polres Lampung Selatan.
PT Supreme Energy mengklaim sumber panas bumi di Gunung Rajabasa bisa menghasilkan listrik 220 megawatt. Mereka akan membangun enam pipa berdiameter 6 meter dengan kedalaman 1.000 hingga 2.000 meter ke perut bumi.
Itu yang dikhawatirkan warga yang tinggal yang dalam jarak satu hingga tiga kilometer dari lokasi. "Belum apa-apa saja, kini rumah kami sudah retak dan bergetar akibat pembangunan tiang pancang dermaga alat berat," kata Herwan, salah seorang warga Desa Sukaraja, Kecamatan Rajabasa.
NUROCHMAN ARRAZIE
Topik Terhangat:
Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler:
Jadi Tersangka, Farhat Abbas Dicoret sebagai Caleg
Jokowi Berpeluang Jadi Calon Presiden dari PDIP
Dokter: 'Burung' Muhyi Tak Bisa Disambung Lagi
Bertemu Ganjar, Bibit Teringat Pesan Mega
Cara KPK Sindir Darin Mumtazah