TEMPO.CO, Bogor - Sekretaris Eksekutif Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia M.Kirom mengatakan ekspor kopi Indonesia ke Jepang sempat mengalami hambatan. Hambatan ini, kata dia, disebabkan oleh aturan mengenai pemeriksaan residu carbaryl.
“Kondisi tersebut mengakibatkan eksportir Indonesia menahan untuk melakukan ekspor ke Jepang karena cost-nya menjadi lebih tinggi,” katanya saat ditemui di sela acara Seminar Nasional Kopi di Puri Begawan, Rabu, 28 Agustus 2013.
Aturan pemeriksaan residu carbaryl ini mewajibkan para eksportir kopi yang masuk ke Jepang untuk melakukan pengecekan terhadap kandungan residu yang terkandung dalam kopi. Eksportir harus mengeluarkan cost lebih banyak untuk biaya pemeriksaan. Selain itu, kopi pun menjadi tidak jelas pengirimannya karena belum tentu bisa masuk ke Jepang.
Namun, kata Kirom, dua bulan terakhir ini telah ada negosiasi yang baik antara pihak Indonesia dan Jepang. “Setelah negosiasi mulai membaik. Sekarang, aturan tersebut tak bersifat mandatory terhadap Indonesia, tapi voluntary.” Artinya, produsen kopi Indonesia kini tak diharuskan lagi memeriksa residu produknya.
Menurut catatan Kementerian Pertanian, ekspor kopi Indonesia paling besar adalah ke Amerika Serikat. Negara tujuan ekspor kedua yang paling besar adalah Jepang. Volumenya sekitar 50.000-60.000 ton per tahun.
NINIS CHAIRUNNISA
Berita Terkait
Koperasi Kakao Aceh Mendapat Bantuan Asing
Tujuh Fakta Manis tentang Cokelat
Penjualan Lesu, Davomas Cari Mitra Penjualan
Gerakan Revitalisasi Kakao Nasional Diklaim Sukses
Belanda Tertarik Bangun Pabrik Cokelat di Makassar