TEMPO.CO, Surakarta - Raja di Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwana (PB) XIII, akhirnya memutuskan untuk membubarkan Lembaga Dewan Adat. Lembaga itu dituding sebagai penyebab konflik internal yang berlangsung selama beberapa tahun.
Pembubaran Dewan Adat itu menjadi salah satu poin dalam surat dari PB XIII yang dikirim kepada Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo. "Surat itu telah dikirim hari ini dan telah diterima langsung oleh Wali Kota," kata Mahapatih Panembahan Agung Tedjowulan, Senin, 4 November 2013.
Dalam surat tersebut, PB XIII mendukung setiap upaya pemerintah dalam menyelesaikan konflik internal di dalam keraton. Upaya pemerintah itu dinilai sebagai upaya pelestarian dan penyelamatan keraton sebagai peninggalan budaya.
Selain itu, PB XIII menyatakan bahwa konflik itu sebenarnya disebabkan oleh keberadaan Dewan Adat yang notabene dibentuk oleh adik-adik kandung raja. "Lembaga itu merongrong kewibawaan dan keselamatan PB XIII," kata Tedjowulan. Selain itu, Dewan Adat dianggap selalu menghalangi upaya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Tedjowulan, PB XIII akhirnya memilih untuk membubarkan Dewan Adat dari lingkungan keraton. "Sebagai penguasa tertinggi, Sinuhun (PB XIII) memiliki kewenangan untuk melakukan hal itu," katanya. Dia menyebut lembaga itu justru telah melakukan pelanggaran terhadap sejumlah adat yang berlaku sejak keraton tersebut berdiri.
Poin lain dalam surat tersebut adalah permohonan perlindungan dan bantuan keamanan secara nyata kepada kepemimpinan dan keselamatan diri PB XIII. Menurut Tedjowulan, keselamatan PB XIII beberapa kali terancam saat konflik di dalam keraton meruncing. "Sebagai warga negara, PB XIII berhak meminta perlindungan kepada negara," katanya.
Dari pihak lain, Pengageng Sasana Wandawa, KGPH Puger, mengaku heran dengan keputusan yang diambil oleh PB XIII dalam membubarkan Dewan Adat. "Keputusan tersebut justru semakin memperuncing konflik," katanya. Menurut dia, seharusnya Raja mendahulukan musyawarah untuk menyelesaikan persoalan. "Bukan dengan bubar-membubarkan."
Puger menyebutkan bahwa keberadaan Lembaga Dewan Adat cukup penting. "Selama ini Dewan Adat selalu berupaya agar upacara adat masih bisa terus berjalan dengan baik," katanya. Selain itu, keberadaan Dewan Adat merupakan alat kontrol bagi kewenangan raja.
Menurut dia, kerabat keraton belum bisa menerima keputusan itu sebagai hal yang harus dijalankan. "Surat itu dibuat saat konflik masih memanas," katanya. Dia yakin bahwa banyak hal yang bisa mempengaruhi obyektivitas raja dalam membuat keputusan pada situasi konflik.
Wali Kota Surakarta Hadi Rudyatmo mengaku akan mempelajari surat tersebut. Apalagi pemerintah juga tidak bisa begitu saja membubarkan organisasi. "Pemerintah akan sangat terkait dengan pembubaran Dewan Adat yang notabene berbentuk organisasi kemasyarakatan," katanya.
Terkait permohonan perlindungan, Rudyatmo menegaskan bahwa pemerintah siap untuk mengabulkan permohonan tersebut. "Kami akan segera berkoordinasi dengan aparat keamanan," katanya. Menurut dia, PB XIII merupakan warga negara yang berhak mendapat perlindungan keamanan dari negara.
Konflik di Keraton Surakarta terjadi sejak sembilan tahun lalu. Saat itu ada dua putra PB XII, Hangabehi dan Tedjowulan, yang sama-sama mengklaim sebagai raja. Konflik tersebut berakhir pada tahun lalu setelah Tedjowulan akhirnya mengakui Hangabehi sebagai raja.
Meski demikian, konflik tersebut masih belum selesai. Sejumlah kerabat masih tetap menolak masuknya Tedjowulan ke dalam keraton. Mereka bergabung dalam Lembaga Dewan Adat yang diinisiatori oleh beberapa adik kandung PB XIII.
AHMAD RAFIQ