TEMPO.CO, Jakarta - Buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh terus menuai kontroversi. Bahkan, ada penolakan dari kalangan pegiat sastra. Mereka menolak sejumlah hal, dari kriteria yang dijadikan dasar pemilihan para tokoh sastra tersebut hingga penggunaan kata "paling" dalam judul.
"Di sana disebut 'paling berpengaruh', tapi isi buku tidak menjelaskan kesuperlatifan pengaruh tokoh-tokoh yang dipilih. Kriteria yang dipakai hanya cukup untuk memiliki tokoh yang berpengaruh, bukan paling berpengaruh," kata Nuruddin Asyhadie, salah satu perwakilan pegiat sastra saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2014.
Pegiat sastra yang menolak buku karya Jamal D. Rahman dan kawan-kawan ini bahkan mengeluarkan petisi yang menuntut penarikan buku dari peredaran. Setidaknya ada tiga alasan utama pengajuan petisi atas buku terbitan Kepustakaan Populer Gramedia tersebut.(baca : Petisi Pegiat Sastra Tolak Buku 33 Tokoh Sastra)
Pertama, adanya potensi kesesatan publik. Kesesatan terjadi karena Tim 8, sebagai penyusun buku, dinilai memiliki klaim asertif dengan menyematkan kata "paling berpengaruh" pada judul buku. Para pegiat sastra menilai, tulisan-tulisan dari para tokoh yang dipilih justru tak menunjukkan adanya sisi superlatif pengaruh mereka dalam dunia sastra secara kuantitatif dan kualitatif.
Kesesatan selanjutnya muncul karena Tim 8 tak memiliki definisi dan kriteria yang jelas dalam memilih tokoh sastra. Tim dinilai tak dapat membedakan antara afek, efek, dampak dan pengaruh tokoh-tokoh yang dipilih. Kesesatan berikutnya adalah adanya konflik kepentingan yang memasukkan promotor buku tersebut, Denny J.A., sebagai salah satu tokoh sastra paling berpengaruh.
"Kesesatan ini fatal karena Denny sendiri sama sekali tak memenuhi salah satu kriteria pemilihann" ujar Nuruddin yang juga dikenal sebagai penyair dan komentator sastra.
Alasan kedua pembuatan petisi adalah buku ini dinilai telah mencederai integritas dan moral para ahli sastra, sastrawan, dan masyarakat. Alasan terakhir, buku ini menjadi preseden buruk karena berpotensi membuat masyarakat percaya pada klaim asertif serupa dalam tulisan-tulisan lain pada masa mendatang.
"Beberapa orang menuduh kami fasis karena meminta buku ini ditarik. Sebenarnya tidak. Kalau fasis itu memaksakan ide kepada yang lain," kata dia. Namun, menurut dia, penolakan ini muncul karena tokoh sastra dalam buku ini tidak sesuai dengan kriteria yang digunakan untuk memilih mereka.
Bahkan para pegiat sastra juga menolak kehadiran buku tersebut karena tim juri tidak berkompeten dan dianggap telah kehilangan integritas. "Mereka dalam banyak hal inkompeten, terutama dalam hal komposisi, bahkan relasi antarkalimat tidak tepat," ujarnya.
ROSALINA
Berita Terpopuler
Angel Lelga Tuding Mata Najwa Telah Diedit
Vicky Shu Pernah Dikejar Petugas Imigrasi
Ani Yudhoyono Berang Ditanya Kepemilikan Kamera
Vicky Shu: Media Sosial Punya Beragam Manfaat
Kisah Joshua Oppenheimer Mencari Jagal 1965