TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kader Partai Golongan Karya mempersoalkan kebijakan sepihak Ketua Umum Aburizal Bakrie yang memutuskan partainya bergabung dalam koalisi permanen partai penyokong pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. (Baca juga: Ical Dianggap Gagal Total di Golkar, Mundur Saja)
"Keikutsertaan Partai Golkar dalam koalisi permanen itu diragukan keabsahannya," kata politikus senior Golkar, Ginandjar Kartasasmita, di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2014.
Penyebabnya, menurut Ginandjar, keputusan bergabung dalam koalisi permanen itu tidak dilakukan Aburizal melalui prosedur yang semestinya ditempuh di internal Golkar. "Karena itu, tidak salah jika para kader merasa keanggotaan Golkar dalam koalisi itu tidak mengikat mereka," ujarnya.
Tujuh partai pengusung Prabowo-Hatta meneken piagam koalisi permanen di pemerintahan dan parlemen di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin, 14 Juli 2014. Tujuh partai itu yakni Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golongan Karya, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang. Aburizal bersama Sekretaris Jenderal Idrus Marham mewakili Golkar meneken piagam itu. (Baca: Pengamat: Komitmen Koalisi Permanen Meragukan)
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Golkar Yorrys Raweyai menuturkan keputusan Aburizal yang membawa Golkar bergabung di koalisi permanen itu inkonstitusional lantaran dilakukan tanpa melalui mekanisme partai. Menurut dia, Rapat Pimpinan Nasional Ke-6 Golkar memang telah mengamanatkan Aburizal untuk melakukan komunikasi dengan sejumlah partai guna menentukan arah koalisi Golkar.
Aburizal, kata Yorrys, diharuskan melaporkan perkembangan komunikasi yang dilakukannya dalam rapat pimpinan lanjutan. "Aburizal harus meminta persetujuan melalui rapimnas untuk menetapkan kami berkoalisi dengan partai mana. Tapi itu tidak pernah dilakukan," ujar Yorrys. Menurut dia, langkah Aburizal tersebut melanggar konstitusi Golkar. (Baca: Aburizal Klaim Koalisi Permanen Positif)
Penolakan atas keputusan Aburizal meneken kesepakatan koalisi permanen dengan kubu Prabowo juga disuarakan kader muda partai beringin. Kader muda yang juga pengurus Poros Muda Indonesia, Andi Sinulingga, menuturkan keputusan partainya bergabung ke koalisi permanen tak sesuai dengan mekanisme partai dan menunjukkan terjadinya disorientasi di kepengurusan Golkar.
"Kami berpandangan bahwa koalisi permanen bukan dilakukan atas dasar kepentingan rakyat banyak, melainkan didasari nafsu kekuasaan semata," kata Andi. Dia menganggap kebijakan Aburizal ini tidak produktif lantaran sama sekali tidak memberikan pendidikan politik bagi generasi muda, khususnya di Golkar.
Atas kondisi tersebut, kader-kader Golkar ini mendesak pengurus Golkar segera melaksanakan Musyawarah Nasional Ke-9 untuk mengganti Aburizal dari pucuk pimpinan partai dan melakukan perombakan kepengurusan.
Yorrys mengatakan musyawarah nasional merupakan upaya untuk menyelamatkan Golkar. "Kami mendesak pengurus dan seluruh keluarga besar Golkar untuk sama-sama menyelamatkan partai agar bisa survive dan exist pada 2019 dan seterusnya."
PRIHANDOKO
Berita Lainnya:
Ahok Rogoh Kocek Rp 4 Miliar untuk Bantu Warga
Ahok Tetapkan Syarat Ini Waktu Sumbang Zakat
Bocah 3 Tahun Hidup Lagi Saat Akan Dimakamkan