TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Kerja Asumsi Anggaran Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati pengembalian biaya operasi dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas bumi (migas) atau cost recovery senilai US$ 16 miliar atau sekitar Rp 192 triliun.
Dana yang masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015 ini lebih rendah dari alokasi yang dibacakan presiden dalam nota keuangan, sebesar US$ 16,5 miliar. (Baca juga: Kurang Bayar Cost Recovery Mencapai Rp 994 Miliar)
Dalam rapat yang membahas asumsi energi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan kenaikan cost recovery hingga US$ 17,8 miliar. Kenaikan cost recovery diusulkan setelah target lifting minyak naik menjadi 900 ribu barel per hari dan gas bumi sebesar 1.248 juta barel per hari.
Pelaksana Tugas Kepala SKK Migas Johannes Widjanarko mengatakan target lifting tersebut tidak mungkin tercapai dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang sudah ada. "Harus ada kegiatan baru," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 22 September 2014. (Baca juga: BPK Temukan Cost Recovery Ilegal Rp 2,25 triliun)
Kegiatan baru di sektor migas, kata Johannes, seharusnya dipercepat dari kuartal I 2016 menjadi kuartal IV 2015. Konsekuensinya, cost recovery dibebankan lebih awal, yakni pada 2015.
TRI ARTINING PUTRI
Berita Terpopuler
Fahri Hamzah: Jokowi Kayak Enggak Pede
PKS: Pilkada oleh DPRD Usulan SBY
Istri AKBP Idha Endri Ditahan