TEMPO.CO, Yogyakarta - Bak peragawati, ratusan murid sekolah dari berbagai tingkatan berlenggak-lenggok mengenakan pakaian batik Lasem. Mereka seperti tak peduli diterpa kerasnya embusan angin laut utara Jawa. Para model dadakan ini tetap tersenyum walau sebagian dari mereka harus dibantu panitia lantaran umbul-umbul mereka terbawa angin.
"Berat, anginnya kencang. Kalau enggak dipegang dari belakang, bisa-bisa jatuh," kata salah seorang peserta Karnaval Batik Lasem dari ISI Yogyakarta, Ahad, 12 Oktober 2014. (Baca: 4 Kampoeng BNI Baru untuk Industri Kreatif)
Tahun ini merupakan tahun kedua digelarnya acara Karnaval Batik Lasem. Lasem merupakan nama sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Konon, motif batik Lasem diperkenalkan oleh seorang anak buah kapal Laksamana Cheng Ho yang bernama Bi Nang Un, yang menurut masyarakat setempat juga merupakan saudagar muslim.
Jauh sebelum kedatangannya, Lasem sendiri sudah memiliki seni membatik, namun pada saat itu dianggap kurang komersial. "Oleh Bi Nang Un, masyarakat Lasem ini mulai diajarkan cara membatik yang lebih baik," kata Camat Lasem, Kukuh Purwasono.
Karnaval ini merupakan puncak acara Festival Lasem 2014 yang diselenggarakan sejak 5 Oktober lalu. Acara ini diselenggarakan guna menampung banyaknya perhelatan budaya dan tradisi tahunan masyarakat yang selalu diselenggarakan setiap tahun. Selain itu, festival ini juga bertujuan mempererat tali silaturahmi di antara komunitas seni yang berada di Lasem. (Baca: Batik Lasem Kebanjiran Pesanan)
Karnaval Batik Lasem sendiri diselenggarakan di jalan utama Kota Lasem yang menghubungkan jalan dari jalur Panta Utara Jawa dengan wilayah Tuyuhan. Akibatnya, lalu lintas di sekitar lokasi acara tampak semrawut dan macet. Apalagi lokasi acara berdekatan dengan proyek pengecoran beton di Pantura.
Yang menarik selama pagelaran karnaval ini adalah tempat catwalk para model berlenggak-lenggok dihiasi latar belakang truk tronton yang terpaksa parkir di sisi jalan raya. Truk tronton ini jumlahnya belasan dan berwarna-warni serta berbaris memanjang seolah-olah menjadi bagian dari properti karnaval ini.
Selain menghibur warga, Karnaval Batik Lasem juga menjadi hiburan dadakan bagi sejumlah sopir dan kernet truk yang biasa melintas di wilayah Pantura.
Salah seorang sopir truk, Kris, 36 tahun, mengatakan acara ini menghiburnya. "Ya, jadi telat sih, tapi saya dukung acara budaya semacam ini," katanya dengan wajah semringah.
Berbeda dengan truk yang dipaksa berhenti, kendaraan lain seperti sepeda motor justru nekat menerobos. Bahkan sebuah mobil Kijang cokelat terlihat ikut di tengah-tengah barisan parade Karnaval Batik Lasem 2014.
"Ya, bagaimana lagi, ini jalan utama. Susah juga kalau harus ditutup, jadinya ya saya harus siaga mengikuti parade," kata seorang anggota Polsek Lasem yang bertugas mengawal parade.
Koordinator Karnaval Batik Lasem, Nurrochim, sudah meminta izin untuk menutup akses jalan utama selama kurang-lebih tiga jam. Tapi permintaan itu ditolak lantaran lokasi karnaval berada di persimpangan jalan menuju jalur Pantura yang dianggap sangat vital. (Baca: Perbaikan Permanen Jembatan Comal Tuntas)
FARAH FUADONA
Terpopuler
Begini Kegilaan Noriyu Kawal UU Kesehatan Jiwa
Inspirasi Feminisme untuk Musim Panas 2015
Sebuah Memoar Kesehatan Jiwa Nova Riyanti Yusuf
Tantangan Foto Levitasi