TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menceritakan masa mudanya yang sangat berwarna. Menurut Puan, saat muda, dia sempat labil dengan pilihan belajar politik atau hidup hura-hura.
"Apalagi umur saya saat itu pikiran sedang hedonistis dan akademis," kata Puan saat memberikan sambutan dalam acara Pembekalan Pelatihan Karya Ilmiah di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin, 23 Februari 2015.
Menurut Puan, pada 1997-2000, rumahnya selalu ramai dikunjungi aktivis dan tokoh partai. Ketika itu, ayah Puan, Taufiq Kiemas, kerap menggelar diskusi dengan para tokoh-tokoh tersebut. Taufiq selalu mengajak Puan mengikuti diskusi dengan para tokoh yang disebut Puan sebagai "bapak-bapak" itu.
Puan mengaku sering bosan dengan pembicaraan para tokoh reformasi tersebut. Bahkan dia mengaku ingin meninggalkan diskusi. Puan beralasan, saat itu dia masih muda, sehingga pikirannya masih dihinggapi keinginan bergaul dengan teman-teman sebaya.
Taufiq, ujar Puan, menjadi orang yang menahan kepergian Puan. Menurut Puan, ayahnya membujuk agar Puan mendengarkan dahulu pembicaraan tersebut. "Lama-kelamaan, rasa penasaran saya muncul dan membuncah atas obrolan teman-teman papa saya," ucap Puan.
Puan menuturkan kedekatannya dengan tokoh-tokoh nasional hanyalah satu dari sekian faktor dia menjadi menteri saat ini. Faktor lain, kata Puan, perjuangan sepenuh tenaga untuk mencapai jabatan penting ini. "Walaupun banyak kekurangan. Manusia tidak lepas dari kekurangan."
Puan mengungkapkan rasa syukurnya menjadi cucu Presiden Indonesia pertama Sukarno dan tokoh reformasi sekaligus Presiden Indonesia kelima, Megawati Soekarnoputri. Menurut Puan, ketokohan kerabatnya membuat rumahnya selalu dikunjungi orang-orang penting negeri ini. Puan sendiri masih menjadi petinggi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang didirikan ibunya.
INDRI MAULIDAR