TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan ada beberapa perbedaan gaya komunikasi antara Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla. Jokowi, kata dia, cenderung menerapkan model komunikasi secara konsensus seperti rezim sebelumnya.
"Gaya ini akan mengakomodasi kekuatan politik, seperti yang dilakukan Jokowi sekarang yang mengakomodasi PDIP dan NasDem," kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 20 Maret 2015.
Kelemahan model ini, kata Gun Gun, tidak menyumbang efektivitas kinerja pemerintah. Alhasil kinerja pemerintah lebih lamban. "Tapi, mudah mencari titik keseimbangan para elite politik," ujarnya.
Gun Gun menuturkan selama ini Jokowi cenderung menahan diri untuk tidak reaktif dalam berkomentar dan lebih memilih mendalami isu terlebih dahulu. Ia pun menyebutnya sebagai high konteks. Sedangkan, Kalla dinilai terlalu spontan dan low konteks. "Seharusnya dikoordinasikan dulu di internal," ujarnya.
Salah satu yang melatarbelakangi gaya komunikasi Kalla menganggap Jokowi sebagai petugas partai. Ia pun lebih dekat dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dibandingkan dengan Jokowi. Usia dan pengalaman Kalla yang lebih 'senior' daripada Jokowi juga menjadi alasannya.
Gun Gun menilai pola komunikasi tersebut dapat memicu ketidakharmonisan dan mengakibatkan hubungan semakin renggang. Menurut dia, butuh waktu untuk menemukan kecocokan di antaranya. "Soal chemistry, waktu yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan berapa lama. Tergantung sikap keduanya," ujarnya.
Sebelumnya beredar spekulasi merenggangnya hubungan Jokowi dan Kalla dalam banyak hal, mulai dari soal kisruh Budi Gunawan hingga pembentukan Kantor Staf Presiden yang dipimpin oleh Luhut Panjaitan. Namun semua ini ditepis oleh Jusuf Kalla. “Oh, bukan soal kecewa. Setiap hari saya bicara dengan Presiden. Kami bicara tentang kenegaraan dan struktur negara,” ujarnya kepada Tempo beberapa waktu lalu.
DEWI SUCI RAHAYU