TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan pemerintah DKI berencana mengubah sistem pengelolaan air di Ibu Kota menjadi swakelola. Alasannya, ia khawatir kasus sengketa pengelolaan yang sedang dihadapi PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta bakal mengganggu distribusi air bagi warga Jakarta.
"Itu solusinya supaya warga Jakarta tetap mendapat air," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Senin, 30 Maret 2015. Ia berujar, langkah ini diambil guna mengantisipasi efek terburuk yang muncul akibat proses peradilan yang tengah dihadapi dua perusahaan itu.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta ihwal pengelolaan air di DKI Jakarta. Majelis hakim menganggap pihak tergugat dan turut tergugat, yang terdiri atas pemerintah, PT Palyja dan Aetra, lalai dalam pemenuhan hak asasi manusia atas air bagi warga negara, khususnya warga DKI.
Sejak 1997, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui PT Perusahaan Air Minum Jaya (PAM Jaya) melakukan kerja sama dengan dua perusahaan asing untuk mengelola air di Ibu Kota. Palyja mengelola air untuk wilayah Jakarta bagian barat. Sedangkan PT Aetra Air Jakarta ditunjuk untuk mengelola air di wilayah Jakarta bagian timur. Batas pengelolaan air oleh kedua perusahaan itu ialah Sungai Ciliwung.
Ahok menjelaskan, sistem swakelola itu akan diurus oleh badan usaha milik daerah, yakni PT Jakarta Propertindo dan PT Pembangunan Jaya. Sosialisasi awal sistem ini akan dimulai lewat musyawarah perencanaan pembangunan di setiap kelurahan.
Ahok mengatakan kelurahan yang warganya mengeluh kesulitan mendapatkan air bisa menghubungi salah satu perusahaan daerah tersebut. Kelak sistem pengelolaan air akan meniru perumahan-perumahan yang didirikan pengembang swasta. "Kalau tidak begitu, warga DKI dikorbankan," kata Ahok.
LINDA HAIRANI