TEMPO.CO, Jakarta - PT Transportasi Jakarta telah mengambil alih operasional Transjakarta dari Badan Layanan Umum Transjakarta Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Acara pengambilalihan ini digelar pada 27 Maret 2015, sekaligus merayakan hari ulang tahun pertama badan usaha milik daerah itu.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai moda transportasi berbasis bus itu masih perlu banyak perbaikan, baik dari segi operasional, pelayanan, maupun infrastruktur. "Semuanya harus ditingkatkan," kata Ketua MTI Danang Parikesit saat dihubungi, Ahad, 5 April 2015.
Dari segi operasional, ujar Danang, hanya koridor I yang memenuhi standar operasional minimal. Standar yang dimaksud itu, misalnya, jalur Transjakarta harus steril dari kendaraan lain dan terintegrasi dengan moda transportasi lain. "Hanya koridor I yang direncanakan dengan baik."
Danang berharap, setelah diambil alih PT Transportasi Jakarta, operasional Transjakarta akan lebih baik. Terlebih, pemerintah berencana mengakuisisi angkutan umum lain, seperti Kopaja, Metro Mini, dan Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway, ke dalam manajemen PT Transportasi Jakarta. "Kita lihat nanti," ucapnya.
Adapun persoalan APTB, kata Danang, MTI sejak awal tidak sepakat. Menurut dia, seharusnya trayek Transjakarta diperpanjang hingga wilayah Bogor, Depok, dan Tangerang, bukan menggunakan APTB. "Secara konsep memang kurang tepat," ujarnya.
Sektor pelayanan pun masih sangat jauh dari harapan masyarakat, misalnya waktu tunggu yang lama. Menurut Danang, keluhan masyarakat terhadap Transjakarta adalah lamanya waktu tunggu. "Solusinya, tambah jumlah armada," katanya.
Catatan lain dari MTI adalah infrastruktur Transjakarta yang banyak harus diperbaiki. Danang mengatakan masih ditemukan banyak bus Transjakarta rusak dan sering terbakar. Begitu juga dengan kondisi halte yang tidak terawat. "Banyak halte yang kondisinya sudah rusak," kata Danang.
Meski demikian, adanya Transjakarta menginspirasi daerah lain untuk memperbaiki angkutan umumnya. Setiap tahun, ujar Danang, pemerintah daerah mengalokasikan sekitar 1-2 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk berinvestasi pada angkutan umum.
ERWAN HERMAWAN