TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pakar transportasi menilai pelayanan Transjakarta menurun. Keluhan dari masyarakat pun terus berdatangan.
Direktur Utama PT Transjakarta Antonius Kosasih menanggapi keluhan ini dengan menjelaskan kendala yang dihadapi Transjakarta. Ia menyebutkan setidaknya ada empat kendala yang dihadapi Transjakarta saat ini.
Pertama, Kosasih mengatakan, jumlah bus masih kurang. Sebab, tak ada penambahan dalam pengadaan unit bus pada 2014. Sementara itu, pengadaan memakan waktu yang lama. "Pengajuan April, nanti busnya datang sekitar akhir tahun," katanya. Namun, Kosasih menuturkan, pengadaan bus masih dapat diupayakan oleh PT Transjakarta.
Kedua, jalanan yang berlubang dan rusak membuat kendaraan yang melintas harus memelankan laju kendaraan. Kondisi ini secara tak langsung memengaruhi jadwal keberangkatan bus satu sama lain. "Kalau masing-masing akhirnya terlambat sekitar satu menit saja, sementara ada 50 bus yang mengalami hal sama, pasti ada penumpukan," katanya.
Ketiga, stasiun pengisian pompa bahan bakar gas yang beroperasi secara maksimal hanya enam stasiun. Dalam sehari, satu bus mengisi bahan bakar minimal dua kali. "Satu bus mengisi penuh bahan bakarnya itu bisa sampai 30 menit, sementara Transjakarta memiliki banyak bus."
Keempat, busway tak lagi steril. Menurut pengamatan Tempo, sebagian besar jalur bus khusus ini memang tak lagi steril. "Menjaga jalur tetap steril itu penting untuk menjamin laju bus stabil dan menghindari penumpukan bus," ujar Kosasih.
Kelima, penumpukan bus di titik-titik tertentu karena kemacetan. Pembangunan mass rapid transit membuat busway di beberapa titik, seperti di Jalan Sudirman, menjadi jalur terbuka, sehingga bus harus rela ikut terjebak macet. "Penumpukan tak bisa dihindari."
Sementara itu, pakar transportasi Universitas Indonesia, Tri Cahyono, mengatakan pelayanan Transjakarta menurun lantaran tak ada kebijakan yang mengatur standar pelayanan minimum dengan ketat.
Sedangkan pakar transportasi dari Universitas Gadjah Mada, Danang Parikesit, mengkritik quality assurance Transjakarta. "QA harus dijalankan dengan baik oleh operator. Harus ada punishment jika operator tak melaksanakan itu," kata Danang.
Pelayanan buruk yang disorot masyarakat tak melulu mengenai fasilitas, seperti penyejuk udara yang tidak dingin atau bangku tempat duduk yang rusak. Kondektur yang dinilai tak peka terhadap penumpang difabel, hamil, dan lansia pun menjadi sorotan.
Ayu Lestari, 30 tahun, mengeluhkan petugas Transjakarta yang tak peka terhadap penumpang dengan anak kecil dan ibu hamil. Ia menuturkan kebanyakan kondektur baru akan bergerak jika ada penumpang yang memperingatkan. "Beberapa kali malah saya yang mencarikan kursi, sementara saya sendiri dalam posisi berdiri. Kondekturnya diam saja," katanya.
DINI PRAMITA