TEMPO.CO , Jakarta:Mohamad Sanusi Hardjadinata menjadi salah satu tokoh Konferensi Asia Afrika yang tugasnya lumayan repot. Bedanya ia tidak mengikuti sidang-sidang di Gedung Merdeka. Sanusi waktu itu menjabat Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Panitia Lokal. Tugasnya menyiapkan kota Bandung menghadapi hajatan yang dihadiri 24 pimpinan negara Asia Afrika.
Nama pria kelahiran Garut 24 Juni 1914 sejak zaman orde baru lebih dikenal sebagai politikus Partai Demokrasi Indonesia. Kerap kritis terhadap pemerintah, gubernur Jawa Barat periode 1951 sampai 1957 itu dilengserkan pemerintah dan mundur pada tahun 1980.
Jauh sebelum itu, lulusan H.I.S Pasundan dan Inheense Mulo ini memulai duduk di pemerintahan ketika menjabat Wakil Residen Priangan tahun 1947. Selesai itu ia diminta selama satu tahun tahun dari 1948 bekerja di Residen Madiun, tugasnya memulihkan kondisi Madiun setelah pemberontakan.
Sukses mengadakan Konferensi Asia Afrika, Sanusi menduduki kursi Menteri Dalam Negeri dari tahun 1957 sampai 1959. Selesai menjabat Duta besar untuk Mesir dan Suriah dari tahun 1960, Sanusi ditugaskan memimpin Universitas Padjajaran selama dua tahun dari 1964.
Gubernur yang pernah ditahan Belanda pada zaman Agresi Militer 1948-1949, mengakhiri karir dengan menikah kedua kalinya. Theodora Walandouw sang istri keduanya itu bekas anggota DPR mewakili PDI pada Desember 1987. Sanusi beralasan sejak istri pertamanya meninggal ia butuh pendamping.
"Kami sama-sama membutuhkan sandaran jiwa, perawatan dan saling perhatian," tutur Sanusi yang waktu itu berumur 73 tahun, ayah 7 anak dan kakek 14 cucu. Walandouw tak kalah jauh, berumur 68 tahun dengan 4 anak dan nenek 10 cucu. "Kami merasakan kehampaan yang sama. Istri saya meninggal, suami Walandouw juga meningal," tutur Sanusi kepada Tempo. Penerima Bintang Gerilya RI itu meninggal pada Desember 1995 di usia 81 tahun.
EVAN/PDAT