TEMPO.CO, Ambon - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Surabaya, Romahurmuziy mengungkapkan empat kejadian yang mencerminkan ketidakberesan dalam sistem administrasi kabinet Presiden Joko Widodo.
Amburadulnya sistem administrasi itu, menurut Romahurmuziy, bisa menjadi salah satu pertimbangan Jokowi untuk mengevaluasi Kabinet Kerja. Namun, Romahurmuziy menyerahkan kewenangan perombakan pemerintahan kepada Jokowi.
"Ada proses di lingkungan Kepresidenan tidak memiliki kehati-hatian dalam hal surat menyurat," kata Romy di Ambon, Senin 20 April 2015.
Romahurmuziy mengaku heran pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla kerap melakukan kekeliruan dalam hal administrasi selama enam bulan terakhir. "Di mana persoalannya? Masalah administrasi saja atau kelebihan beban kerja?" kata dia.
Adapun kekeliruan yang dimaksud, pertama, terkait surat perubahan nomenklatur Kementerian Koordinator. Romahurmuziy mengatakan awalnya Jokowi hanya menetapkan dua Kementerian Koordinator. "Seharusnya ada dua, tapi jadi empat Kemenko," kata Romahurmuziy.
Selain itu, Romahurmuziy berujar, surat pengangkatan Jaksa Agung Prasetyo juga tak bercap. Kemudian, surat pembatalan pelantikan Komisaris Jenderal Budi Gunawan juga dinilai cacat. "Ada satu paragraf dari draft yang dibuat Pak JK ternyata hilang, yaitu penyebutan Budi Gunawan sebagai tersangka, padahal ada terusannya 'dalam masa itu'."
Kekeliruan terakhir yang terjadi, kata Romahurmuziy, soal Peraturan Presiden terkait peningkatan tunjangan mobil bagi pejabat negara. Romahurmuziy menilai pemerintah tak sensitif terhadap beban rakyat karena pada saat yang sama harga bahan bakar minyak sedang melambung tinggi. Karena kontroversial, akhirnya Jokowi mencabut Perpres tersebut.
Meski sudah menemukan sekian kejanggalan, Romahurmuziy tak mendesak Presiden segera mengganti para pembantunya. Romahurmuziy juga tak sependapat dengan hasil survei Poltracking Indonesia yang menyatakan sebanyak 41,8 persen masyarakat setuju dengan wacana perombakan.
Menurut survei, publik menilai salah satu cara untuk memperbaiki tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah yaitu dengan pergantian menteri di kabinet. "Ah, itu ada kepentingan tertentu. KIH terserah presiden," kata mantan Sekretaris Jenderal PPP itu.
PUTRI ADITYOWATI