TEMPO.CO, Cilacap - Di menit-menit terakhir sebelum eksekusi mati, Rodrigo Gularte masih belum percaya kematian akan segera menjemputnya. Terpidana mati itu sempat menolak dan berteriak ketika dijemput petugas. Di dalam ruangan isolasi, ia ditemani Angelita Muxfeldt yang juga sepupunya serta Romo Carolus, rohaniwan. “Hingga detik terakhir petugas menjemputnya di sel isolasi, Rodrigo masih belum percaya bahwa dia akan dieksekusi,” kata Romo kepada Tempo di Gereja Katolik Cilacap, Rabu 29, April 2015.
Rodrigo berteriak ketika dijemput petugas. “Romo, apakah saya akan dieksekusi?” kata dia seperti dituturkan Romo Carolus. Petugas lalu memborgol untuk dibawa ke tempat eksekusi yang berjarak sekitar dua kilometer dari Lembaga Pemasyarakatan Besi.
Rodrigo adalah satu dari delapan terpidana mati lainnya, telah dieksekusi di LP Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu, pukul 00.30. Ketujuh terpidana lainnya adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson (Ghana); Raheem A. Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Ayotanze (Nigeria); serta Zainal Abidin (Indonesia).
Warga negara Brasil kelahiran 1972 itu ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2004 saat hendak menyelundupkan enam kilogram kokain yang disembunyikan di papan selancar. Dia divonis pidana mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 7 Februari 2005 dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Banten pada 10 Mei 2005.
Rodrigo tidak mengajukan kasasi atas vonis hukuman mati tersebut. Dia mengajukan grasi, permohonan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 5/G pada tanggal 5 Januari 2015. Ia sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Tangerang, Senin, 27 April 2015. Pengajuan PK dilayangkan terkait dengan kondisi kejiwaan dan penyakit skizofrenia yang diidapnya.
Pengacara Rodrigo sempat menyebut klinennya mengalami depresi dan gangguan jiwa. Namun hal tersebut dianggap Kejaksaan hanya upaya untuk menghindari timah panas eksekutor.
Di lapangan tembak Limus Buntu, Romo Carolus mendatangi delapan terpidana. Tak ada Mary Jane Veloso dalam deretan terpidana.
Menjelang dinihari, Romo bersama rohaniwan lain diminta menyingkir dari lokasi. Tepat pukul 00.35 WIB, terdengar suara letusan senjata. Satu jam kemudian Romo mendapati para terpidana sudah terbaring dalam peti mati.
Pukul 04.45 WIB, iring-iringan enam ambulans keluar dari dermaga penyeberangan Wijayapura dan disusul tiga ambulans keluar setelah kapal kembali merapat empat puluh menit kemudian. Ada sembilan ambulans dengan nomor yang tertera di sudut kaca depannya. Ambulans bernomor satu berisikan jenazah Myuran Sukumaran (Australia) dan diikuti nomor dua berisi Andrew Chan (Australia).
Disusul ambulans nomor empat membawa jenazah Martin Anderson, nomor lima Raheem Agbaje, nomor enam Sylvestere Obiekwe, nomor tujuh Rodrigo Gularte, nomor delapan Okwudili, dan kendaraan nomor sembilan mengangkut jenazah Zainal Abidin. Sedangkan ambulans bernomor tiga yang disiapkan untuk Mary Jane Veloso tampak kosong setelah eksekusinya ditunda.
ARIS ANDRIANTO | VENANTIA MELINDA