TEMPO.CO, Bengkulu - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan terdapat 50 persen dari 83 Juta anak di negara ini tidak memiliki akte kelahiran, sehingga kesulitan mendapatkan fasilitas negara yang seharusnya menjadi hak mereka.
Menurut Komisioner KPAI Susanto, dalam perlindungan anak akte kelahiran adalah hak yang wajib diberikan oleh negara.
"Negara wajib memberikan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap anak, dan seharusnya diberikan secara gratis," kata Komisioner Bidang Pendidikan dan Ketua Divisi Sosialisasi KPAI saat ditemui di Bengkulu, Kamis 30 April 2015.
Akte kelahiran anak menurutnya hak dasar bagi anak untuk bisa mendapatkan program perlindungan berikutnya. Secara otomatis dengan adanya akte anak secara administrasi tercatat sebagai warga negara, yang terjamin hak dan kewajibannya.
KPAI mendorong pemerintah untuk mempermudah anak mendapatkan akte kelahiran. "Salah satunya dengan cara pembuatan akte kelahiran gratis, karena perlindungan anak itu adalah gratis, biasanya alasannya untuk pendapatan daerah," ungkapnya.
Kasus tidak tercatatnya anak secara administrasi lewat akte kelahiran, salah satu penyebabnya banyak anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercat oleh negara alias nikah siri, seperti yang terjadi di Kabupaten Bengkulu Tengah.
Seperti yang diungkap Kantor Urusan Agama Kabupaten Bengkulu Tengah, terdapat 1.378 anak yang lahir dari pasangan suami istri yang melakukan perkawinan siri dan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) di daerah ini dan tidak memiliki akte kelahiran.
Kepala kantor Kementrian Agama KAbuapten Bengkulu Tengah Ajamalus mengatakan, berdasarkan data yang mereka temukan terdapat 689 pasangan suami istri atau pasutri menikah secara siri dan tidak memiiki legalitas dari negara.
"Dari perkawinan ini, terdapat 1.378 anak yang tidak diakui negara, karena perkawinan orang tuanya tidak terdaftar," ujarnya, saat dihubungi Jumat 1 Mei 2015.
PHESI ESTER JULIKAWATI