BISNIS.COM, Jakarta - Produser film Mira Lesmana menilai film-film yang tercatat sebagai box office lebih mudah untuk dimonetisasi menjadi produk atau karya seni lain. Menurut dia, semakin populer dan banyak disukai penonton, maka peluang sebuah film untuk dimonetisasi menjadi karya lain semakin besar.
“Memang akhirnya ketika mau me-monetize, tergantung kesuksesan film itu sendiri. Namun, ketika film tersebut tidak berhasil di pasaran, menjadi agak sulit (untuk dimonetisasi), meskipun bukan tidak mungkin,” ujarnya ketika menjadi pembicara dalam forum diskusi bertema “How to Protect and Monetize IP Rights in The Film Industry”, Rabu, 6 Mei 2015.
Mira mencontohkan, kesuksesan film Ada Apa dengan Cinta (AADC) yang sukses di pasaran membuat berbagai pihak menawarkan kerja sama dengannya. Setelah laris di pasaran sebagai film drama, skenario AADC kemudian dibukukan dan laku hingga 5.000 eksemplar.
Selain itu, Mira menjual lisensi film garapannya tersebut kepada rumah produksi yang berminat membuat sebuah drama seri televisi AADC pada 2003. Lisensi yang dia jual mencakup judul cerita, nama karakter, dan cerita sekuel sebanyak 200 episode yang berlaku selama dua tahun.
Tak hanya itu, AADC pun dibuat novel ke dalam bahasa Jepang dengan sistem pembagian royalti. Terakhir, baru-baru ini sebuah aplikasi chatting juga membeli lisensi film AADC untuk iklan fitur terbarunya. Meskipun enggan menyebutkan keuntungan yang diperoleh dari hasil monetisasi tersebut, produser film Pendekar Tongkat Emas ini mengaku jumlahnya termasuk “lumayan” besar.
“Saya terlahir dari keluarga seniman sehingga menyadari bahwa hak cipta itu harus diproteksi. Saya pikir, apa pun itu, (hak cipta film) harus di-protect dan melihat kemungkinan monetisasi lebih jauh,” katanya.