TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta Kanjeng Sultan Hamengku Buwono X akhirnya memberi penjelasan tentang kebijakannya yang menimbulkan pro dan kontra di kalangan keraton. Ketupusan atau Sabda Raja yang diucapkan Sultan pada 30 Aprll 2015 dan Dawuh Raja pada 5 Mei 2015 perlu diluruskan. “Bener tapi ora pener (benar tapi tidak tepat),” kata Sultan, Jumat 8 Mei 2015. (baca: Berikut Isi Utuh Sabda Raja Yogya)
Menurut Sultan, yang benar Dawuh Raja bukan Sabda Raja. Dawuh Raja adalah mengganti nama GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. “Keduanya itu adalah perintah Gusti Allah melalui ayah dan leluhur saya. Itu ada satu hari sebelumnya (Sabda Raja dan Dhawuh Raja),” kata Sultan.
Namun Sultan menolak untuk menjelaskan seperti apa proses kemunculan perintah yang dianggap dari Tuhan itu. “Itu sangat pribadi. Ini semua hanya bisa dirasa, bukan dipikir. Kalau dipikir akan penuh kepentingan dan nafsu,” kata Sultan menguraikan.
Berkaitan dengan penggantian nama Pembayun, Sultan membantah apabila penggantian itu diartikan mengangkat anak sulungnya sebagai putri mahkota dan menjadi raja yang kelak menggantikannya. Meski, Sultan mengakui, usai prosesi penggantian nama tersebut Pembayun kemudian diminta duduk di kursi Watu Gilang.
Dalam tradisi di Keraton Yogya, orang yang duduk di Watu Gilang sebagai putra mahkota. “Ya, pokoknya saya menetapkan Pembayun dengan gelar itu. Lakunya nanti bagaimana, ya aku enggak tahu (apakah jadi putri mahkota atau jadi raja),” kata Sultan.
Alasannya, perintah Tuhan hanya sebatas memberi nama. Sultan tidak berani melangkah lebih jauh, termasuk mengangkatnya menjadi putri mahkota.
PITO AGUSTIN RUDIANA