Masjid Jamik Bengkulu, Tanda Mata dari Bung Karno

Editor

Nur Haryanto

Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

TEMPO.CO, Jakarta -  Masjid Jamik yang berada di Kota Bengkulu ini memang tak bisa dipisahkan dari sosok Bung Karno, presiden pertama RI. Masjid yang berlokasi di Kelurahan Pengantungan dan dibangun pada 1938 ini bahkan dirancang dan dibangun oleh beliau sendiri. Masjid itu dibangun ketika Bung Karno dalam masa pengasingannya di Bengkulu. Karena bernilai sejarah tinggi, Masjid Jamik pun dijadikan salah satu cagar budaya.

Menurut catatan, Masjid Jamik semula berada di Kelurahan Bajak, atau di sekitar lokasi makam pahlawan nasional Sentot Alibasyah. Namun dengan pertimbangan risiko banjir di kala musim hujan, maka masjid ini pun akhirnya dipindahkan ke Jalan Soeprapto.

Sekadar kilas balik, sebelum menjadi masjid yang masyur seperti sekarang--selalu jadi tujuan wisata para pendatang yang singgah ke Bengkulu--bangunan ini awalnya hanyalah sebuah surau. Didirikan oleh masyarakat setempat, yang saat itu dipimpin oleh Sentot Alibasyah, sang panglima perang dari Pangeran Diponegoro. Masjid ini pun letaknya tak jauh dari Benteng Marlborough-sekitar satu kilometer.

Masjid yang sudah mengalami beberapa kali pemugaran ini menyiratkan perpaduan beberapa gaya. Jika dilihat dari relief yang ada di beberapa bagian masjid, jelaslah ada pengaruh gaya Belanda, Inggris, tak ketinggalan unsur Melayu.

Yang menarik, Masjid Jamik memiliki kekhasan beratap limasan dengan bentuk mengErucut, dan didirikan tanpa tiang utama sebagai penyangga. Jika pada awalnya bangunan masjid (surau) ini terkesan sederhana, hanya berdinding kayu dengan atap rumbia, namun seusai didesain ulang oleh Soekarno, tampilannya jauh lebih indah. Dindingnya sudah berbahan batu, namun pada beberapa bagiannya tetap dipertahankan untuk menjaga nilai-nilai historisnya.

TEMPO