TEMPO.CO, Yogyakarta - Gusti Bendoro Pangeran Haryo Prabukusumo berharap Presiden Joko Widodo dan pemimpin lain di bawahnya bisa mencontoh kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono IX. Menurut Prabukusomo, keteladanan yang diberikan ayahnya tersebut penting pada saat partai politik punya pengaruh yang kuat.
Menurut dia, kuatnya pengaruh partai politik menciptakan model politik yang transaksional antara partai dan pemimpin pemerintah. Politik transaksional itulah yang sering kali mengabaikan kepentingan rakyat.
“Untuk menghindari cengkeraman kekuasaan itu, pemimpin perlu bersikap ‘diktator’ namun yang konstruktif, demi menyelamatkan rakyat,” kata Prabukusomo dalam acara “Diskusi Kemerdekaan Teladan Sultan Hamengku Buwono IX”, Selasa, 18 Agustus 2015.
Diktator konstruktif yang ia maksudkan merujuk penggunaan kekuatan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan diri dan kelompok. Menurut dia, hal ini pernah diterapkan HB IX saat berusaha melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan Jepang pada masa awal.
Pada masa pendudukan Jepang, HB IX mengusulkan kepada Jepang agar diberi izin memerintah dan “memaksa” rakyat Yogyakarta membangun Selokan Mataram—sebuah jalur irigasi sepanjang 30 kilometer yang membujur dari Kabupaten Sleman hingga Kabupaten Bantul serta menghubungkan Sungai Progo dengan Sungai Opak.
“Daripada rakyat terkena kerja paksa untuk kepentingan Jepang, lebih baik mereka bekerja demi menyiapkan kebutuhannya di masa depan,” kata Prabukusomo. Dan hingga saat ini, Selokan Mataram masih menjadi jalur irigasi utama yang menjadi sumber pengairan belasan ribu hektare sawah di Yogyakarta.
“Pak Jokowi bisa menerapkan ini agar program pembangunan di daerah tak timpang, sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa depan, bukan pesanan atau kedekatan kelompok tertentu,” ujarnya.
Prabukusumo melihat ada sejumlah nilai positif dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo. “Beliau berani memilih menteri yang tak takut bergesekan dengan kekuasaan besar, seperti Menteri Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti), padahal mafia bidang itu cukup kuat,” ujarnya.
Selain Prabukusumo, diskusi yang digelar dalam rangka edisi khusus majalah Tempo, “Hamengku Buwono IX, Pengorbanan Sang Pembela Republik”, ini menghadirkan dua sejarawan, yakni Rushdy Hoesein dan Suhartono dari Universitas Gadjah Mada.
PRIBADI WICAKSONO