TEMPO.CO, Mojokerto - Produsen bioetanol dalam negeri berbasis tebu milik PT Perkebunan Nusantara X, PT Energi Agro Nusantara (Enero), mengeluhkan PT Pertamina (Persero) yang belum memenuhi janji membeli bioetanol produk Enero yang beroperasi di Mojokerto, Jawa Timur. Bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) tersebut dibutuhkan untuk campuran bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Utama PT Enero Misbahul Huda mengatakan pada Agustus 2015 lalu dalam rapat bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pertamina berjanji akan membeli bioetanol produksi PT Enero. “Namun sampai sekarang belum terealisasi,” katanya, Rabu 9 September 2015.
Setiap tahun, Misbahul mengingatkan, pemerintah melalui Kementerian ESDM mewajibkan penggunaan bioetanol untuk campuran BBM untuk menekan impor BBM dan eksploitasi minyak bumi dari fosil yang tidak bisa diperbarui. Kewajiban penggunaan bioetanol untuk campuran BBM itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 25 Tahun 2013 yang diubah dengan Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
Per Januari 2015, usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi dan pelayanan umum (Public Service Obligation/PSO) diwajibkan menggunakan bioetanol 1 persen dari kebutuhan total BBM. Sedangkan untuk transportasi non PSO, industri dan komersil, serta pembangkit listrik diwajibkan menggunakan campuran bioetanol 2 persen dari kebutuhan total BBM.
Menurut Misbahul, dalam tahun 2015 Pertamina seharusnya menyerap bioetanol dari PT Enero sekitar 11 ribu kilo liter. Dalam kesepakatan saat rapat dengan Kementerian ESDM, Agustus 2015, menurutnya, Pertamina meminta bioetanol dengan nilai Research Octane Number (RON) di atas 90 persen untuk campuran Pertamax dan Pertalite.
Belum terserapnya bioetanol PT Enero oleh Pertamina itu karena Pertamina beralasan harga bioetanol yang dipatok masih mahal yakni Rp 8.500 per liter. Menurut Misbahul, harga tersebut tidak mahal jika melihat kualitas bioetanol PT Enero yang diklaim 99,5 persen dengan RON 120.
“Kalau dibandingkan dengan harga premium memang agak mahal sedikit tapi jika dibandingkan dengan harga pertamax dan pertamax plus kami lebih murah karena nilai RON bioetanol kami 120, jauh di atasnya,” kata Misbahul.
PT Enero yang berada satu kawasan dengan PG Gempolkrep, Mojokerto, itu beroperasi sejak dua tahun lalu dengan kapasitas produksi 30 ribu kilo liter per tahun. Karena serapan bioetanol di dalam negeri yang rendah, Enero menjual bioetanol ke negara tetangga seperti FilipIna dan Singapura masing-masing 12 juta liter dan 4 juta liter.
Selain berharap serapan bioetanol oleh Pertamina, PT Enero telah menandatangani kontrak dengan PT Total Oil Indonesia yang akan membeli bioetanol 135 ribu liter per tahun dengan harga Rp 8.500 per liter. Sedangkan sekitar 6.000 kilo liter lainnya terpaksa dijual PT Enero ke sejumlah perusahaan lokal dengan harga di bawah Rp8.500 per liter.
ISHOMUDDIN