TEMPO.CO, Jakarta - PT Semen Indonesia meneruskan pembangunan pabrik di Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Rencananya, pabrik tersebut bakal beroperasi pada akhir tahun depan.
Pembangunan pabrik tersebut menuai kontroversi panjang. Sebagian penduduk Pegunungan Kendeng Utara menolak rencana pembangunan tersebut. Sempat kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, kini mereka mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya. (Baca: Tolak Pabrik Semen, Warga Rembang Mengadu ke DPR)
Tak hanya melibatkan sebagian besar penduduk Pegunungan Kendeng Utara, kontroversi tersebut juga melibatkan para pakar dan akademikus. Mantan Kepala Badan Geologi Surono mengatakan kawasan yang bakal menjadi lokasi penambangan merupakan Cekungan Air Tanah. “Kawasan yang menjadi lokasi penambangan telah ditetapkan sebagai Cekungan Air Tanah,” kata Mbah Rono, panggilannya. (Baca: Ganjar Pranowo: Gara-gara Investigasi Tempo Saya Dimarahi)
Cekungan Air Tanah merupakan daerah resapan, aliran, dan pelepasan air tanah. Intinya, kawasan tersebut merupakan penyimpan air tanah yang ikut menyuplai kebutuhan air di Pegunungan Kendeng Utara dan sekitarnya. (Baca majalah Tempo: Izin Janggal Bukit Kapur)
Peneliti geologi asal Institut Pertanian Bogor, Untung Sudadi, mengatakan kawasan Kendeng Utara juga merupakan karst. Mirip dengan Cekungan Air Tanah, karst juga berfungsi menyerap air. “Karst ini sangat penting menjaga pasokan air,” katanya. Menurut Untung, penambangan karst bakal merusak lingkungan. (Baca: Samin Tolak Semen, Ini Strategi Semen Indonesia)
PT Semen Indonesia punya pendapat berbeda. Koordinator penelitian Lembaga Afiliasi Penelitian Indonesia Institut Teknologi Bandung, Budi Sulistijo, yang membuat studi kelayakan untuk perusahaan pelat merah tersebut, mengatakan karst yang terkandung di lokasi tambang berjenis karst biasa.
“Itu kawasan karst biasa, batu gamping yang berongga. Tak ada penetapan kawasan itu sebagai bentang alam karst yang dilindungi,” ujarnya.
Direktur Utama PT Semen Indonesia Suparni, saat berkunjung ke kantor Tempo, Rabu, 16 September 2015, mengklaim tak akan merusak lingkungan. Ia menyatakan perusahaannya telah berpengalaman menambang batu kapur di sejumlah daerah, seperti Gresik dan Tuban. “Kami lakukan dengan penuh kehati-hatian,” ujarnya.
TIM INVESTIGASI TEMPO