TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih menunggu keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan atas laporan Badan Pemeriksa Keuangan terkait dengan pembelian lahan Sumber Waras yang merugikan negara sebesar Rp 191 miliar.
Ahok mengaku sudah dipanggil terkait dengan kasus tersebut. "KPK lihat ada laporan dari LSM. Kejaksaan dengar itu. Mereka sudah panggil kami," katanya di Balai Kota pada Senin, 12 Oktober 2015.
Saat ini ia menunggu bukti kerugian negara yang disebut BPK dari KPK dan kejaksaan. "Kalau KPK dan kejaksaan lihat ada kerugian negara, dia akan panggil kami. Siapa yang jadi tersangka dan lain-lain pasti dipanggil. Jadi kami bawa ke pengadilan aja udah," ujar Ahok.
BPK, menurut Ahok, ngotot menyatakan negara mengalami kerugian akibat pembelian lahan karena PT Ciputra Karya Unggul menawarkan harga lahan sebesar Rp 15 juta per meter persegi. Harga tersebut diklaim pemerintah murah karena merujuk pada nilai jual obyek pajak (NJOP) di Jalan Kyai Tapa senilai Rp 20 juta. Padahal seharusnya, menurut BPK, ajuan harga beli dapat didasarkan pada nilai NJOP di Jalan Tomang Utara yang hanya Rp 7 juta.
Ahok mengatakan acuan NJOP tersebut ditentukan Kementerian Keuangan. "Kalau harga NJOP dibilang salah, pembebasan lahan jalan tol berpotensi kerugian negara, dong, kalau BPK iseng mau buat laporannya," tuturnya.
Meski begitu, Ahok mengatakan akan tetap meneruskan proyek tersebut karena tidak ada cara lain. Tanah itu sudah telanjur dibeli dan tidak dapat dikembalikan pemerintah. "Harus dijual kembali kalau mau dikembalikan," ucapnya. Penjual belum tentu mau membeli lahan tersebut. "Kalau kami jual kembali, dia mau enggak beli sama kami dengan harga yang baru?" katanya. "Kalau kami jual kembali dengan harga yang lama, ada kerugian negara enggak? Makanya lebih baik kami terusin."
VINDRY FLORENTIN