TEMPO.CO , Jakarta - Menjelang satu tahun usia pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) memberikan evaluasi terkait dengan pengelolaan anggaran. “Masih banyak persoalan yang kita potret, ada catatan merah yang sebenarnya harus dilakukan pada 2015, namun urung dilaksanakan,” kata Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal Fitra, di Jakarta, Senin, 12 Oktober 2015.
Nilai merah pertama terkait dengan pengelolaan BUMN. Menurut Yenny, hal ini akibat suntikan dana Rp 68 triliun kepada BUMN yang secara tiba-tiba. Tanpa ada regulasi penyertaan modal, perlindungan laba yang ditahan, serta dividen yang disetor, Fitra menilai, ini potret bahwa Kementerian BUMN tidak membangun pengelolaan secara baik. “Dari sisi anggaran sekadar menggelontorkan modal tanpa ada desain tata kelola di 15 sektor. Ini yang kita cukup khawatirkan, bisa jadi bancakan elite-elite politik.”
Poin merah berikutnya perihal konsistensi pemerintah dalam mandatory spending, terutama segi kesehatan. Menurut Fitra, dalam APBN 2015, alokasi kesehatan masih sekitar 3,1 persen dari yang seharusnya 5 persen.
Juga terkait dengan kedaulatan pangan yang hanya mendapat anggaran sekitar Rp 1 triliun. Dalam kedaulatan pangan, banyak faktor di mana negara harus memfasilitasi. “Contoh soal kepemilikan tanah, distribusi peningkatan pada saat sebelum dan sesudah panen. Tidak ada alokasi ke sana,” katanya.
Yenny menuturkan pemerintah juga minim memberikan fasilitas kepada sektor informal. "Sektor ini memberikan kontribusi 60 persen dari total tenaga kerja di Indonesia."
Ia juga berpendapat masih minimnya fasilitas atau pembiayaan dalam rangka peningkatan sektor tenaga kerja informal. Sebaliknya, pemerintah lebih mengarahkan pada infrastruktur yang bukan pada aspek itu. Yenny mencontohkan program pembangkit listrik 35 ribu megawatt yang dinilai tidak menyasar ke sektor-sektor tersebut.
“Pemerintah bisa menjadikan catatan kami ini sebagai evaluasi dalam penyusunan anggaran untuk tahun 2016. Karena sekarang masih pembahasan," ucapnya.
Yenny berharap Presiden Joko Widodo tidak melenceng dari tujuan Nawacita-nya. Sebab, bantuan pinjaman dari Cina kepada tiga bank BUMN beberapa waktu lalu tidak menjawab keinginan mandiri dan berdaulat serta meninggalkan ketergantungan kepada asing. “Ini jadi bahan evaluasi bagi pemerintah, juga evaluasi bagi kabinetnya.”
AHMAD FAIZ IBNU SANI