TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Purba Hutapea menyatakan pengelolaan urusan kesenian dan kebudayaan di Taman Ismail Marzuki (TIM) sepenuhnya menjadi tugas dan tanggung jawab Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). "Mengelola unit pengelola teknis (UPT) dan mengelola kesenian adalah sesuatu yang berbeda," kata Purba saat dihubungi pada Senin, 9 November 2015.
Menurut Purba, tugas UPT yang rencananya akan mengambil alih TIM dari Badan Pengelola Pusat Kesenian Jakarta (BP PKJ) adalah mengelola hal-hal yang tidak berkaitan dengan kesenian secara langsung.
"UPT nantinya akan mengelola sewa-menyewa gedung teater serta mengelola parkir, taman, cleaning service, dan satpam. Kalau substansinya, baru DKJ. Apa urusannya UPT dengan seni?" ucap Purba.
Purba pun berujar, sejak dulu, BP PKJ juga bekerja sama dengan DKJ dalam pengelolaan urusan kesenian dan kebudayaan. "Dari dulu yang mengurus DKJ. Pengelola sama sekali tidak intervensi dalam urusan kesenian. Seribu persen kami tidak ikut campur, bukan hanya 100 persen," tutur Purba.
Menurut Purba, DKJ merupakan lembaga independen dan mandiri yang sudah puluhan tahun berdiri. "Di sanalah seniman berada dari tujuh cabang seni, seperti seni tari, patung, dan peran. Kuratornya juga mereka, yang membina, yang memberi saran-saran," kata Purba.
Baca Juga:
Purba pun membantah anggapan para seniman bahwa pengelolaan TIM akan lebih komersial apabila diambil alih UPT. "Di sana sudah jelas ada retribusi. Siapa pun yang pakai ruang teater, kecil atau besar, harus bayar. Presiden pun pakai harus bayar," ucapnya.
Namun, apabila masyarakat ingin meminta keringanan biaya sewa, pengelola akan mengabulkannya sesuai dengan mekanisme yang tepat. "Kalau sifatnya sosial, bisa minta keringanan, bahkan bisa minta gratis," ujar Purba.
Pada Selasa besok, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan pergantian pengelolaan TIM dari BP PKJ ke UPT. Para seniman TIM pun memprotes rencana tersebut. Menurut mereka, sistem kerja UPT terlalu materialistis dan merugikan seniman karena mereka akan disamakan dengan masyarakat umum sehingga tetap dikenai tarif untuk setiap aktivitas kesenian di area TIM.
Mereka juga menilai struktur kepengurusan UPT tidak pas untuk mengelola pusat kesenian. Selain itu, pegawai UPT yang berstatus pegawai negeri sipil tidak punya latar belakang kesenian. Kekhawatiran akan diberlakukannya jam kerja hanya sampai pukul 16.00 pun muncul dari para seniman jika TIM dikelola UPT. Sebab, kegiatan kesenian banyak berlangsung pada malam hari.
ANGELINA ANJAR SAWITRI