TEMPO.CO, Jakarta - PT Express Transindo Utama (Express Group) memperkirakan tren transportasi berbasis aplikasi online saat ini adalah salah satu penyebab penurunan kinerja operasional salah satu perusahaan jasa transportasi darat terbesar di Indonesia tersebut.
Direktur Keuangan Express Group David Santoso sempat menyatakan transportasi aplikasi online, terutama ojek, menunjukkan gelagat persaingan bisnis yang tidak sehat. "Namun ojek online hanya fenomena sosial. Sifatnya hanya sementara," kata David saat memaparkan kinerja perusahaan dalam Investor Summit and Capital Market Expo 2015 di Jakarta pada Jumat, 13 November 2015.
David berujar, banyak pengemudi mereka yang beralih ke bisnis ojek online karena diiming-imingi bonus yang sumbernya tak jelas. Penurunan harga yang dilakukan ojek online tersebut pun dianggap menyalahi standar.
"Tapi baru-baru ini mereka mengubah struktur komisi para pengemudinya.Ini membuktikan promosi besar-besaran juga ada batasnya, tak mungkin diterapkan dalam jangka panjang," ucap David, yang tak ingin menyebut nama perusahaan ojek online yang dimaksud.
General Manager Corporate Secretary Express Group Merry Anggriani menuturkan perusahaan sedang menyiapkan beberapa strategi inisiatif untuk meningkatkan pendapatan dan efisiensi operasional. "Optimalisasi seluruh aset pun kami lakukan," kata Merry.
Strategi yang dimaksud antara lain peningkatan standar keamanan dan kebersihan pada unit taksi Express. “Kami tak ada niat menambah armada, tapi akan melakukan peremajaan terhadap 1.000-1.500 unit kendaraan operasional kami tahun depan.”
Express Group juga mengembangkan sistem aplikasi yang difungsikan untuk mengontrol biaya dan aktivitas kendaraan, termasuk mempermudah pelanggan dalam melakukan pemesanan taksi.
Di tengah persaingan ketat pasar jasa layanan transportasi, Express Group tetap bertahan dan berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 721 miliar pada sembilan bulan pertama 2015 atau naik 13 persen dibanding tahun lalu.
YOHANES PASKALIS