TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkit kembali keputusan Menteri Dalam Negeri ihwal pengosongan status agama buat para penganut kepercayaan dan keyakinan ajaran leluhur yang terdapat dalam kartu tanda penduduk (KTP).
"Saya pikir, Mendagri terkesan tidak tegas. Mestinya, kolom agama dalam KTP para penganut aliran kepercayaan dan keyakinan ajaran leluhur tersebut diisi saja, kan lebih bijaksana," kata Dedi, Jumat, 13 November 2015.
Soal keyakinan, Dedi menegaskan, hal itu merupakan hak individual yang paling mendasar, yang harus dihormati oleh penyelenggara negara. Apalagi, keberadaan mereka selama ini tidak pernah menimbulkan persoalan di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Dedi, para pemeluk aliran kepercayaan ajaran leluhur itu merupakan anak-cucu dari pendahulu mereka yang ikut berkecimpung dalam peperangan prakemerdekaan dan pascakemerdekaan. "Pertanyaannya, kenapa kemudian hak asasi mereka dipinggirkan oleh negara?" kata Dedi. Ia mengaku sering mendapatkan pertanyaan soal diskriminasi status keagamaan dalam KTP.
Dedi berjanji akan terus berjuang sampai hak asasi pencantuman status agama dalam KTP berhasil diwujudkan. Bahkan, ia mengaku telah menyurati Presiden Joko Widodo terkait dengan persoalan tersebut.
Baca Juga:
Dalam surat bernomor 450/2520/Kesra tertanggal 28 Oktober 2015 yang dikirimkannya kepada Presiden, Dedi mengungkapkan alasan pencantuman aliran kepercayaan dan keyakinan ajaran leluhur dalam kolom agama KTP telah diatur dalam Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
Alasan kedua agar negara menghormati dan mengakui seluruh aliran kepercayaan dan keyakinan ajaran leluhur, yang berdasarkan data berjumlah sekitar 600 aliran. Aliran tersebar di berbagai suku atau daerah sebagai hak warga negara. Tembusan surat tersebut disampaikan kepada Ketua MPR, DPR, DPD, Menkopolhukam, dan Mendagri.
Ia menghormati kebijakan Presiden Jokowi, sebutan akrab Joko Widodo, melalui Mendagri Tjahjo Kumolo yang telah memberikan hak kepemilikan KTP kepada setiap penganut aliran kepercayaan dan keyakinan ajaran leluhur. Hanya, pengosongan kolom agama dalam KTP mereka tetap merupakan pengebirian hak asasi. Jadi, ia menegaskan, kolom agama harus diisi dengan aliran kepercayaan mereka.
"Misalnya, bagi para pemeluk aliran kepercayaan Sunda Wiwitan di tatar Sunda atau Kejawen di Jawa Tengah, dalam kolom agama itu diisi saja dengan Sunda Wiwitan dan Kejawen. Jadi semuanya terang benderang. Dan negara benar-benar telah melindungi hak asasi mereka," ujar Dedi.
NANANG SUTISNA