TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menawari pemilik Metromini perseorangan bergabung dengan PT Transportasi Jakarta. “Toh, tak ada yang dirugikan secara perorangan,” katanya di Balai Kota.
Seperti dimuat Koran Tempo edisi 8 Desember 2015, pemerintah Jakarta menganggap ini cara yang bisa dilakukan untuk menyetop lebih banyak korban jiwa akibat sopir ugal-ugalan mengendarai bus dengan sistem kejar setoran.
Sebetulnya, pemerintah sudah menawari perusahaan Metromini bergabung dengan Transjakarta pada Juni lalu. Skemanya, mereka dibayar rupiah per kilometer oleh pemerintah. Mereka menolak karena ada dua kepengurusan di perusahaan itu. “Ini tawaran terakhir,” kata Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi Andri Yansyah, kemarin.
Tawaran itu dipilih pemerintah setelah Ahad lalu 18 orang penumpang tewas akibat Metromini ditabrak kereta karena menyerobot perlintasan Angke di Jakarta Utara. Dalam skema kerja sama itu, kata Andri, PT Transportasi Jakarta menjadi penjamin perbankan bagi operator untuk membeli bus baru yang dilengkapi global positioning system dan closed circuit television (CCTV) sebagai standar utama.
Direktur Umum Metromini T.H. Panjaitan menyetujui rencana pemerintah itu. “Kami mendukung program pemerintah untuk perbaikan transportasi,” ujarnya.
Menurut Andri Yansyah, dua kepemilikan Metromini dan kejar setoran membuat bus kerap melanggar aturan, sembrono, dan ugal-ugalan. Dengan bergabung ke busway, ada standar yang sama antarsopir bus dalam mengemudikan kendaraannya.
Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Selatan yang merazia angkutan umum di Terminal Pasar Minggu, Manggarai, Blok M, dan persimpangan Poltangan menyita 11 angkutan dan menilang 65 sopi, kemarin.
Kepala Seksi Penindakan dan Penertiban Slamet Dahlan mengatakan rata-rata sopir itu melanggar syarat kelaikan kendaraan dan kelengkapan dokumen. “Banyak juga yang pakai sopir tembak,” katanya. Semua jenis angkutan jalan melanggar dan terkena tilang, ada Kopaja, Metromini, mikrolet KWK.
Zikri, 32 tahun, sopir Metromini 69 jurusan Blok M-Ciledug ditilang akibat SIM kadaluarsa. “Sudah biasa saya mah ditilang,” katanya. Setiap ditilang, tak susah baginya mendapatkan BKPB mobilnya lagi. Tinggal tunggu jadwal sidang dan mengambilnya di pengadilan dengan membayar denda Rp 50 ribu.
Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan Emanuel Kristanto mengakui tilang tak efektif mencegah sopir ugal-ugalan. “Pak Gubernur mintanya didenda maksimal, tapi di pengadilan paling kena Rp 50 ribu,” kata dia.
Hukuman yang membuat jera, kata Emanuel, adalah menyita angkutan tersebut. Masalahnya, penyitaan atau pencabutan izin trayek jika pelanggarannya sedang dan berat. Kalau hanya tak lengkap surat-suratnya, aturannya hanya dikenai tilang.
Sepanjang 2015, Dinas mencabut sekitar 2.000 izin trayek berbagai jenis angkutan umum. "Mereka yang dicabut ini pelanggarannya sudah berat," ujarnya. Misalnya tak punya KIR, terlibat kecelakaan menyebabkan orang luka dan meninggal, atau izinnya mati.
LINDA HAIRANI | NINIS CHAIRUNNIS