TEMPO.CO, Bandung -Sejak pukul 09.00 WIB, rumah kontrakan kosong di Gang Kubang VII, Sekeloa, Bandung, sudah dipenuhi warga. Warga yang didominasi kaum ibu yang bermukim di RW 06 itu adalah para nasabah Unit Bank Sampah. Para ibu yang berjumlah sekitar 20 orang itu mengantri membawa tumpukan sampah aneka jenis untuk disetor ke bank yang dibuka setiap Selasa, dua pekan sekali.
Popon, seorang nasabah yang datang menjelang tengah hari, menyetor tiga jenis sampah, yakni kardus, botol plastik tipis, dan plastik tebal yang disebut emberan. Setelah ditimbang, limbah yang bisa didaur ulang itu dihargai Rp 4.040. Uangnya tak langsung diambil saat itu, melainkan dicatat dan disimpan pengelola Bank Sampah.
Sejak November 2013, Bank Sampah yang merupakan Unit Bank Sampah milik lembaga swadaya masyarakat (LSM) Hijau Lestari ini mulai beroperasi di RW 06 Sekeloa, dengan memanfaatkan rumah kontrakan kosong. Sri Wahyuni, 42 tahun, pengelola Unit Bank Sampah, menjelaskan awalnya jumlah nasabah hanya belasan orang. Kini jumlahnya membengkak menjadi 42 orang. "Semuanya ibu-ibu," kata perempuan berkerudung yang akrab disapa Yuni ini.
Sambil menggendong anak balita perempuannya, Yuni sibuk menimbang sampah dan mencatat setiap transaksi, dibantu dua orang ibu. "Kesepakatan kami, uangnya diambil setiap mau Lebaran," katanya saat ditemui Tempo di lokasi, Selasa, 22 Desember 2015.
Tumpukan sampah seperti kardus, botol plastik, dan kertas, yang kering dan bersih, menyempitkan gang dan lorong dalam rumah Bank Sampah. Lewat tengah hari, tiga orang lelaki datang membawa karung-karung besar dan mengangkut sampah itu sesuai kriteria.
Dari catatan pengelola, total setoran sampah hampir 150 kilogram, seharga mendekati Rp 200 ribu. Dari Unit Bank Sampah itu, semua barang diangkut ke pusat Bank Sampah di Jalan Tubagus Ismail. Selanjutnya, sampah-sampah dibawa untuk dijual ke bandar sampah daur ulang di daerah Cicabe.
Menurut Yuni, harga beli di Unit Bank Sampah ke nasabah sedikit lebih murah daripada harga beli pusat Bank Sampah ke unit. Selisih harga itu yang dipakai pengelola untuk biaya operasional seperti makanan ringan atau makan siang serta kopi untuk petugas pengangkut. "Kalau secara ekonomi, mengurus ini capek. Tapi senang kami bisa ikut mengelola sampah dan ibu-ibu punya tabungan," ujarnya.
Selama setahun, di wilayah itu simpanan nasabah Bank Sampah terbanyak berkisar Rp 300-400 ribu per orang. Unit di tempat lain ada yang bisa lebih banyak, juga lebih sedikit. Jumlah sebaran Unit Bank Sampah di Kota Bandung jaringan LSM Hijau Lestari kini berjumlah 100 buah. "Anggotanya ada 2.026 orang," kata Yuni. Seperti nasabah bank umumnya, anggota juga mendapat buku tabungan. Semuanya tanpa bunga.
ANWAR SISWADI