TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara terkait isu reshuffle yang semakin memanas pada sepanjang pekan ini. Dia meminta semua pihak tidak mendiktenya soal waktu atau siapa saja yang akan diganti di Kabinet Kerja.
"Saya ulangi lagi, reshuffle itu adalah hak prerogatif presiden. Jangan ikut-ikut mendorong-dorong, dikte-dikte, desak-desak. Itu hak prerogatif presiden," kata Jokowi Rabu kemarin. Pernyataan itu diulang lagi dalam pertemuan dengan sejumlah organ pendukung pemerintah di Istana, Kamis, 7 Januari 2016.
Informasi mengenai reshuffle Kabinet Kerja yang kedua berhembus pada pertengahan Desember lalu. Saat itu, Ketua Partai Amanat Nasional Azis Subekti memberikan pernyataan bahwa partainya diberikan jatah dua kursi menteri oleh Istana. PAN sebelumnya sudah menyatakan bergabung dengan koalisi pemerintah.
Pernyataan ini kemudian diralatnya dan dibantah sejumlah petinggi PAN. Bahkan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menegaskan, partainya tidak pernah mencampuri urusan perombakan kabinet.
Desakan juga muncul dari Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Dia meminta Jokowi merombak kabinet karena pemerintah saat ini membutuhkan sosok menteri yang bisa bekerja efektif dan loyal kepada presiden.
Santer pula kabar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pemenang Pemilu 2014 dan pengusung utama Jokowi-Jusuf Kalla, kembali mendesak Presiden Jokowi agar mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno. Kabar ini memunculkan spekulasi bahwa Rini hanya akan bergeser ke kementerian lain karena Jokowi tak ada masalah dengan kinerja Rini.
Di tengah isu perombakan kabinet ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mempublikasikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan kementerian. Laporan yang memuat penilaian sejumlah menteri Kabinet Kerja itu dianggap sarat kepentingan politik karena dimunculkan di tengah wacana perombakan kabinet.
Yuddy, juga politikus Partai Hati Nurani Rakyat, menilai kinerja kementerian yang sebagian dipimpin kader-kader partai lainnya. Evaluasi Yuddy pun dipersoalkan oleh sejumlah menteri dalam rapat kabinet pada 27 Desember silam. Sejumlah menteri mengaku tak ada koordinasi selama evaluasi dan tak mengetahui apa kriteria penilaiannya.
TIM TEMPO