TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Energi Watch Ferdinand Hutahaean menilai PT PLN kurang mengkomunikasikan detail proyek pembangkit listrik terapung kepada publik. Beberapa rincian rencana pembangunan kapal dinilai Ferdinand tidak dibicarakan, misalnya mengenai sistem operasional dan harganya.
Menurut Ferdinand, untuk mengefisiensikan penggunaan kapal pembangkit listrik, PLN sebaiknya memilih gas sebagai bahan bakar. Kapal listrik yang disewa PLN memang dapat menggunakan dua bahan bakar, yakni gas dan heavy fuel oil.
Jika PLN harus membeli listrik sebesar Rp 1.800 per kWh, menurut Ferdinand, harganya tidak akan jauh berbeda dengan proyek pembangkit listrik tenaga diesel. Untuk itu, PLN sebaiknya menggunakan bahan bakar gas untuk menghemat biaya.
Permasalahan selanjutnya, jika PLN menggunakan bahan bakar gas, harga pembelian listrik ini seharusnya turun. "Kalau mau memakai bahan bakar diesel, ya harganya segitu. Tapi, kalau pakai gas, seharusnya bisa lebih murah," kata Ferdinand saat dihubungi di Jakarta, Ahad, 17 Januari 2016.
Selain mempermasalahkan harga, Ferdinand mempertanyakan kapasitas kapal pembangkit yang dibeli PLN. Kontrak selama lima tahun terlalu panjang untuk solusi sementara mengatasi defisit listrik. Selain itu, untuk memenuhi defisit listrik, kapasitas kapal dinilai terlalu besar.
Direktur Eksekutif IESR ini mempertanyakan sikap PLN yang kurang terbuka. Spesifikasi saat tender mengalami perubahan dibanding sebelumnya. PLN mensyaratkan penggunaan propeler untuk kapal. Apalagi tak semua kapal menggunakan propeler. "Ini agak aneh untuk perusahaan sekelas PLN. Seharusnya sudah dipikirkan secara mendalam."
Penilaian Ferdinand ditampik Direktur Bisnis Regional Sumatera PT PLN Amir Rosidin. Menurut dia, justru PLN dapat berhemat hingga Rp 1,5 triliun per tahun dengan penggunaan kapal listrik. Sedangkan untuk pemakaian propeler, Amir mengatakan hal ini untuk menghemat biaya operasional.
"Kita tetap terbuka. Kita harapkan kapal itu bukan kapal yang ditarik karena butuh kapal lagi," ujarnya. Untuk mengatasi kekurangan listrik di sejumlah wilayah, pemerintah telah memesan lima kapal pembangkit listrik. Kapal ini disewa PLN untuk lima tahun ke depan dari perusahaan asal Turki.
Kapal berkapasitas 120 MW yang pertama tiba, Karadeniz Powership Zeynep, akan diberangkatkan menuju Amurang, Sulawesi Utara. Dalam beberapa bulan ke depan, PT PLN telah mempersiapkan empat kapal untuk empat wilayah lain, yakni Medan, Ambon, Kupang, dan Lombok.
Satu kapal berkapasitas 240 MW akan disediakan untuk Medan, satu kapal 60 MW untuk Ambon, serta masing-masing satu kapal 60 untuk Kupang dan Lombok. Jadwal operasi penempatan diperkirakan berakhir Juli 2016.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI